Loading...
HAM
Penulis: Kartika Virgianti 11:33 WIB | Selasa, 20 Agustus 2013

Korban KDRT di Amerika Serikat Enggan Menelepon 911 Karena Bakal Terusir dari Rumah Mereka

Lakisha Briggs, korban KDRT yang terusir dari rumahnya, tahun lalu. Ia dituduh sebagai pengganggu ketenteraman. (Foto: www.nytimes.com)

NORRISTOWN, PENNSYLVANIA, SATUHARAPAN.COM – Polisi memperingatkan Lakisha Briggs (34) bila ada satu keributan di rumah kontrakannya dan ia menelepon 911, pemilik rumah akan mengusirnya.

Selama lebih 25 tahun terakhir, ada tren berkembang di ratusan kota dan perkampungan di seluruh Amerika Serikat, yaitu aturan “bebas kejahatan perumahan”. Berdasar aturan tersebut, pemilik kontrakan berhak mengusir pengedar narkoba, maupun penyewa yang mengganggu lingkungannya. Aturan tersebut bertujuan juga meringankan tugas polisi.

Briggs mengingat saat kekasih temperamentalnya datang pada musim panas tahun lalu. Ia baru keluar penjara dan memaksa Briggs untuk tinggal di rumahnya.

“Saya tidak punya pilihan selain membiarkannya tinggal,” kata Briggs, seorang perawat bersertifikat. Namun sebenarnya, ia –dalam interview dengan New York Times– ia khawatir akan keselamatan putrinya (3) dan dirinya sendiri.

“Jika saya menelepon polisi untuk mengusirnya keluar dari rumah dan menangkapnya, saya bisa diusir pemilik kontrakan,” katanya. “Jika saya sendiri yang berusaha mengusirnya, pasti akan terjadi keributan besar. Dan, seseorang akan menelepon 911, lalu saya juga akan diusir.”

Pada Juni 2012, mantan pacarnya, Wilbert Bennett, yang tinggal di rumah Lakisha, mulai lagi mabuk-mabukan. Si pacar ini juga memulai pertengkaran tengah malam. Perselisihan berakhir dengan luka parah di kepala dan luka sayat sepanjang delapan cm di leher Lakisha. Si pacar rupanya menganiaya dan melempar kepalanya dengan asbak pecah.

Sebelum ia pingsan, Briggs memohon pada tetangganya untuk tidak menelepon 911. Ia takut diusir. Tapi, tetangganya tetap menelepon. Briggs dibawa dibawa helikopter ambulans ke Philadelphia untuk mendapatkan perawatan darurat.

Bennett kini dipenjara tiga tahun karena kasus penyerangan itu. Pemerintah Norristown memerintahkan pemilik kontrakan mengusir ibu satu anak balita itu, dalam rentang waktu 10 hari. Kalau tidak, pemerintah akan mencabut izin usaha si pemilik rumah. “Saya kini tidak punya rumah dan kehilangan pekerjaan. Lalu, bagaimana nasib putri saya?” kata Briggs.

Briggs diusir dengan menyandang status “pengganggu masyarakat” karena penerapan aturan itu. Sebenarnya, hukum itu dimaksudkan untuk melindungi lingkungan rumah tangga dari gangguan serius. Pejabat dapat meminta pemilik kontrakan mempertimbangkan dan menindak penyewa jika polisi telah dipanggil ke rumah sewaannya tiga kali dalam waktu empat bulan.

Namun, hukum seperti ini memaksa korban harus memilih antara meminta bantuan polisi atau mempertahankan rumahnya. Pendapat ini diungkapkan Lembaga Bantuan Hukum dan Ahli Perumahan Kelompok Miskin di Amerika Serikat. “Undang-undang ini mengancam hak dasar warga negara untuk meminta bantuan keamanan,” kata Matthew Desmond, sosiolog dari Harvard.

"Banyak yang mengkritiknya sebagai cacat fundamental,” kata Sandra S. Park, pengacara bersama Satuan Hak Sipil Amerika (American Civil Liberties Union/ACLU). Sandra S. Park adalah penasihat hukum yang membantu Briggs.

Menurut Park, pemilik kontrakan terjebak di tengah. Dengan peraturan ini, polisi seperti memerintahkan pemilik kontrakan harus berurusan dengan para kriminal dan tindakan pelanggaran hukum berat. Selain itu, “Status korban kejahatan yang memohon bantuan darurat malahan terstigma menjadi 'pengganggu ketenteraman' di mata masyarakat kota. Mereka membatasi akses orang mencari bantuan polisi dan menghukum korban atas tindakan kriminal yang menimpa mereka.” kata Park. (nytimes.com)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home