Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 20:32 WIB | Selasa, 01 Juli 2014

KPK Banding atas Vonis Akil

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja saat mengikuti pembacaan laporan harta kekayaan Capres di kantor Komisi Pemilihan Umum Jakarta, Selasa (1/7). (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan banding atas vonis terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam perkara penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK dan tindak pidana pencucian uang.

"Kalau dia banding kita banding," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di Jakarta, Selasa (1/7).

Akil dalam perkara ini divonis penjara seumur hidup namun tanpa pidana denda Rp 10 miliar dan pidana tambahan pencabutan hak memilih dan memilih dalam pemilihan umum seperti tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Akil pun langsung mengajukan banding.

"Ya yang ditolak majelis kita banding, yang kasus Lampung (Selatan) ditolak, semua yang ditolak kita bandinglah," ungkap Pandu.

Dari enam dakwaan, salah satu perbuatan yang didakwakan adalah Akil menerima Rp 500 juta sebagai suap dari pasangan bupati terpilih Rycko Menoza dan Eki Setyanto, namun hakim tidak menyetujui dakwaan itu dan menilai hanya uang tersebut adalah sebagai gratifikasi.

Selanjutnya hakim juga memerintahkan pengembalian sebagian harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

"Makanya kita pelajari, sebenar-benarnya kita banding, intinya kita banding, ya nanti lah," tambah Pandu.

Ia pun mengaku tidakk merasa puas terhadap putusan hakim.

"Kalau puas sih kurang, karena banyak yang ditolak kan?," ungkap Pandu.

Ketua jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro menyatakan bahwa pihaknya jaksa akan mempertahankan tuntutannya secara maksimal.

Sejumlah hal yang akan dijadikan memori banding misalnya adalah terkait Pilkada Lampung Selatan, uang Rp 35 miliar yang menurut hakim dititipkan ke Muhtar Ependy sehingga bukan termasuk TPPU.

"Kita coba untuk meramu, membuat analisa kita untuk mengajukan banding. Walau putusannya sudah sesuai, tapi belum memuaskan kita, terutama di barang bukti ini, masa dikembalikan? Pencabutan hak politik juga nanti akan kita bandingkan karena mencabut hak politik itu kan memilih dan dipilih, kalau hak dipilih OK tidak bisa, tapi kalau memilih, memilihnya masih punya hak. Itu yang akan kami ajukan," ungkap Pulung.

Hakim menilai Akil bersalah dalam enam dakwaan yaitu pertama adalah pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah yaitu terkait penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas (Rp 3 miliar), Lebak (Rp 1 miliar), Pelembang (Rp 19,9 miliar) dan Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500 ribu dolar AS).

Dakwaan kedua juga berasal dari pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP yaitu penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Buton (Rp 1 miliar), Morotai (Rp 2,99 miliar), Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), sedangkan Lampung Selatan (Rp 500 juta) dinilai sebagai gratifikasi, bukan suap.

Dakwaan ketiga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dalam sengketa pilkada Jawa Timur (Rp 10 miliar) dan kabupaten Merauke, kabupaten Asmat dan kabupaten Boven Digoel (Rp 125 juta).

Dakwaan keempat juga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dalam pengurusan sengketa pilkada Banten (Rp 7,5 miliar).

Dakwaan kelima adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif hingga Rp129,86 miliar saat menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2010-2013.

Dakwaan keenam berasal dari pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena diduga menyamarkan harta kekayaan hingga Rp 22,21 miliar saat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Golkar 1999-2009 dan ketika masih menjadi hakim konstitusi di MK pada periode 2008-2010. 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home