KPK: Penyelengara Pilkada Berpotensi Terjerat Politik Uang
PALU, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa penyelenggara pilkada berpotensi terjerat dalam politik uang yang dilakukan oleh peserta pilkada.
"Ada empat poin yang bisa menjadi celah masuknya politik uang pada penyelenggara pilkada yakni KPUD dan Bawaslu," kata Anggota Direktorat Gratifikasi KPK Andi Purwana di Palu, hari Rabu (11/11).
Ia menjelaskan potensi tersebut yakni pemberian gratifikasi atau suap dari peserta pemilu kepada petugas lapangan atau penyelenggara pilkada (KPUD) untuk memasukan atau tidak memasukan data pemilih atau memanipulasi data.
Kemudian suap dalam proses verifikasi administrasi dan syarat kelengkapan untuk meloloskan calon tertentu atau menggagalkan calon lain.
Selanjutnya suap kepada petugas panwaslu dalam proses pengawasan kampanye di lapangan serta suap dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.
"Sampai dengan 30 September 2015, terdapat 64 kepala daerah terjerat kasus korupsi oleh KPK," kata dia.
Dikatakannya, banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi disebakan besarnya biaya yang dikeluarkan saat pilkada, sehingga politik uang menjadi sesuatu yang jamak. Tidak hanya itu, kandidat kepala daerah terindikasi `membagi-bagikan` uang kepada calon pemilih, namun juga muncul ketika kandidat kepala daerah (calon peserta pemilu) menyuap petugas atau penyelenggara pemilu (KPUD dan Panwaslu).
"Dalam Pilkada ada kecenderungan makin besar dana yang dikeluarkan, makin besar pula peluang kandidat untuk terpilih," kata dia.
Sementara itu Bawaslu Sulteng telah memetakan daerah yang dianggap paling berpotensi politik uang yakni Kabupaten Tojo Una-Una (Touna) menempati peringkat teratas sebesar 4,51 persen, disusul Kabupaten Banggai 4,00 persen, Sigi, Tolitoli dan daerah lainnya. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
BI Klarifikasi Uang Rp10.000 Emisi 2005 Masih Berlaku untuk ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) mengatakan, uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005 m...