Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 18:19 WIB | Selasa, 11 November 2014

KPK Tahan Mantan Wakakorlantas Polri

Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Didik Purnomo (tengah) saat berada di ruang tunggu gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Selasa (26/8) (Foto: Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Waka Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigjen Polisi Didik Purnomo seusai diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan "driving" simulator uji klinik pengemudi roda dua dan roda empat anggaran 2011 di Korlantas Polri.

Didik keluar dari gedung KPK setelah diperiksa KPK selama sekitar enam jam. Ia sudah mengenakan jaket tahanan KPK berwarna jingga yang membalut kemeja batik cokelat menuju mobil tahanan yang membawanya ke rumah tahanan Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di "basement" gedung tersebut, namun Didik tidak berkomentar mengenai penahanannya.

"DP (Didik Purnomo) ditahan di rutan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha, Selasa.

Didik ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Juli 2012 bersama dengan Djoko Susilo, Budi Susanto dan Sukotjo S Bambang.

Selaku Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan simulator R2 dan R4, Didik menandatangani perhitungan harga satuan dengan mengacu pagu anggaran 2010 yaitu seharga Rp 79,93 juta untuk 700 simulator R1 sehingga totalnya Rp 55,3 miliar dan Rp 258,98 juta untuk 556 simulator R2 yang berjumlah total Rp 143,448 miliar.

Perhitungan itu disahkan dalam bentuk Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Korlantas pada 19 Januari 2011, padahal Didik tidak pernah melakukan penyusunan terhdap spesifikasi teknis dan HPS tersebut, tapi Didik tetap menandatangani HPS.

Sesungguhnya, setelah Sukotjo melakukan efisiensi perhitungan ternyata harga simulator R2 hanya Rp 42,8 juta per uni dan simulator R4 adalah Rp 80 juta per unit sudah termasuk biaya pemasangan, pelatihan dan perawatan, tapi tidak termasuk biaya pengiriman.

Pada 25 Maret 2011, Sukotjo Bambang menemui Didik Purnomo di ruang kerjanya untuk melaporkan dan membicarakan rencana instalasi Simulator R-2 apabila sudah dikirim ke daerah-daerah, dalam pertemuan tersebut Sukotjo kemudian memberikan uang sebesar Rp 50 juta kepada Didik.

Didik pun menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) untuk PT CMMA pada 18 April 2011.

Sekitar Agustus 2011, Didik sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memanggil ketua panitia pengadaan Teddy Rusmawan dan Tim pemeriksa dan penerima barang pengadaan simulator untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap Driving Simulator Uji Klinik Pengemudi R2 2011.

Dari pemeriksaan Oktober 2011 diketahui PT CMMA baru menyelesaikan pembuatan dan distribusi simulator R-2 sebanyak 579 unit, sedangkan simulator R-4 belum ada yang didistribusikan meski sudah 556 unit selesai dibuat, sehingga melanggar kontrak yang sudah dibuat.

Dalam perkara ini mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo sudah dinyatakan terbukti memperkaya diri sendiri senilai Rp 36,93 miliar, Didik Purnomo selaku PPK mendapat keuntang senilai Rp 50 juta, direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto memperoleh keuntungan sebesar Rp 88,44 miliar.

Berikutnya, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Sukotjo Bambang mendapat Rp 3,93 miliar, Prima Koperasi Kepolisian (Primkoppol) Mabes Polri memperoleh sebesar Rp 15 miliar dan selanjutnya sejumlah pejabat di Korlantas Polri juga mendapatkan keuntungan yaitu Wahyu Indra sebesar Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa senilai Rp 50 juta, Darsian sebanyak Rp 50 juta dan Warsono Sugantoro alias Jumadi senilai Rp 20 juta sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,98 miliar.

Didik bersama dengan Djoko Susilo, Budi Susanto dan Suktojo S Bambang disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Djoko Susilo saat ini sedang menjalani hukuman penjara selama 18 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung.

Sedangkan Budi Susanto juga sudah divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta ditambah pidana uang pengganti sebesar Rp 17,13 miliar. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home