Loading...
INDONESIA
Penulis: Elvis Sendouw 21:47 WIB | Rabu, 19 Februari 2014

KPK Tidak Dilibatkan dalam Pembahasan RUU KUHP

Dari kiri ke kanan, Kepala Biro Kabiro Hukum KPK Chatarina Muliana Girsang, Ketua Pimpinan KPK Abraham Samad, Pimpinan KPK, Zulkarnain dan Juru Bicara KPK Johan Budi saat memberi keterangan terkait pembahasan RUU KUHP dan KHUAP di kantor KPK Rabu (19/2). (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan lembaga yang dipimpinnya tidak pernah diajak membahas revisi KUHP dan KUHAP karena pada kenyataannya informasi itu hanya kabar bahkan sekadar "lip service" dari pihak yang membahasnya.

"Proses (pembahasan revisi KUHP dan KUHAP) seharusnya mempertimbangkan lembaga yang berkepentingan. Secara resmi kami tidak pernah diajak (untuk membahasnya). Kalau lewat media saya pikir itu `lip service` agar ditangkap ada keinginan melibatkan KPK tapi resminya tidak diajak," kata Abraham di kantornya, Jakarta, Rabu (18/2).

Ditanya mengenai harapan KPK untuk diajak dalam pembahasan revisi UU, Abraham mengatakan akan menunggu respon dari surat yang telah dikirim komisi antigratifikasi itu kepada pemerintah dan DPR.

"Kami lihat perkembangan selanjutnya apa yang terjadi karena surat sudah dilayangkan tinggal menunggu respon. KPK sudah punya opsi kalau surat tidak diindahkan dan Insya Allah mudah-mudahan surat itu diindahkan," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Zulkarnain beranggapan pembahasan RUU KUHP dan KUHAP di waktu dekat ini tidak akan efektif. Alasannya, tenggat waktu pembahasan terlalu mepet dengan pelaksanaan Pemilu 2014.

"Pembahasan itu harus seksama dan cukup waktu untuk membahas UU yang sifatnya vital. Sekarang DPR sibuk untuk Pemilu, kehadiran-kehadiran mereka dalam sidang panja juga sudah sangat berkurang. Dari situ gambarannya kalau tidak serius dan menggunakan pakar secara substansi tidak dapat hasil yang baik," katanya.

Kirim Surat 

KPK pada Selasa (18/2) mengirimkan surat permintaan penghentian pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Dewan Perwakilan Rakyat.

"Tadi surat sudah dikirim ke presiden, pimpinan DPR, dan panja (panitia kerja) DPR," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu (18/2).

Pimpinan DPR yang dimaksud adalah Ketua DPR Marzuki Alie sedangkan ketua panja revisi KUHP dan KUHAP adalah Wakil Ketua Komisi III DPR dari fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan bahwa revisi tersebut ditunda karena tidak bisa dikerjakan bila hanya memiliki waktu di bawah 100 hari.

"Pembahasan KUHP-nya harus terlebih dahulu karena UU materil, bila formil mengatur bagaimana UU materil bekerja, kalau UU materilnya belum diatur bagaimana UU formilnya (KUHAP) diatur? Nanti itu kan berbahaya bisa tumpang tindih, saling mengikari," ungkap Bambang.

Surat KPK tersebut memuat dua lampiran dan satu pengantar.

"Isi penghantarnya itu posisi KPK terhadap revisi, usulan KPK, kemudian materi eksekutifnya, KPK minta agar revisi ini ditunda karena tidak bisa dikerjakan di bawah 100 hari," jelas Bambang.

RUU KUHAP dan KUHP diserahkan Kementerian Hukum dan HAM kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013, kedua rancangan regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.

Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin dengan 26 orang anggota dari berbagai fraksi. Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK untuk membahas RUU KUHAP.

RUU KUHP memuat 766 pasal atau bertambah 197 pasal dari KUHP lama yang hanya memuat 569 pasal.

Setidaknya ada 12 isu penting yang yang menjadi polemik dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan atau memangkas kewenangan KPK yaitu pertama, dihapuskannya ketentuan penyelidikan, kedua KUHAP berlaku terhadap tindak pidana yang diatur di luar KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), ketiga penghentikan penuntutan suatu perkara, keempat tidak memiliki kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan, kelima masa penahanan kepada tersangka lebih singkat. 

Keenam, hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik, ketujuh penyitaan harus izin dari hakim, kedelapan penyadapan harus mendapat izin hakim, kesembilang penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim, kesepuluh putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

Kesebelas putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi, dan terakhir ketentuan pembuktian terbalik tidak diatur.

Menurut data Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum, hanya ada 12-13 orang yang hadir dari anggota panitia kerja dalam proses pembahasan RUU KUHAP di DPR. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home