Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 14:41 WIB | Selasa, 04 Agustus 2015

Kuasa Hukum Tuding ada Peristiwa Politik di Kasus PTUN Medan

Kuasa Hukum tersangka Gatot Pujo Nugroho (GPN) dan Evi Susanti (ES), Razman Arif Nasution. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kuasa hukum tersangka Gatot Pujo Nugroho (GPN) dan Evi Susanti (ES), Razman Arif Nasution, menuding ada peristiwa politik dalam kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Medan.

Menurut Razman, dalam isi surat yang dirangkaikan oleh istri Gatot, Evi Susanti, ada peristiwa politik, dan sebelumnya ada perdamaian. "Ada perdamaian, karena dianggap ada disharmonisasi antara Gubernur dan Wakilnya," kata Razman di Gedung KPK, di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hari Selasa (4/8).

Sebenarnya, kata Razman, OC Kaligis yang punya insiatif untuk melakukan PTUN, sementara Gatot- Evi tidak setuju dengan PTUN tersebut.

Tentang peristiwa politik itu, Razman, misalnya menyebutkan pertemuan di kantor politik. Saat ditanya apakah partai politik yang dimaksud itu Partai Nasdem, Razman hanya membenarkan bahwa OC Kaligis waktu itu menjabat ketua mahkamah partai tersebut. 

Razman kemudian berharap kepada KPK agar kliennya, ES, dijadikan saksi mahkota ahli kunci dalam kasus PTUN Medan itu. "Saksi mahkota ahli kunci atau jadi justice collaborator," kata dia.

KPK telah menahan Gatot dan Evi, Senin (3/8) malam, setelah keduanya diperiksa kurang lebih sembilan jam sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi menyuap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Gatot ditahan di Rutan Cipinang, sedangkan istrinya, Evi, ditahan di Rutan KPK.

Sebelumnya, Senin sekitar pukul 11.55 WIB Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti, didampingi kuasa hukumnya memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka.

Pemeriksaan itu adalah pemeriksaan pertama sebagai tersangka sejak KPK menetapkan Gatot dan Evi sebagai tersangka dugaan pemberi suap kepada hakim pada 28 Juli 2015.

Gatot dan Evi sebelumnya diperiksa sebagai saksi di KPK. Gatot dua kali diperiksa KPK sebagai saksi, pada 22 dan 27 Juli 2015, sedangkan Evi juga diperiksa pada 27 Juli 2015.

Awal Perkara

Gatot dan Evi disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.

Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam tersangka lain, yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.

Perkara itu dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry, mendapati uang lima ribu dolar AS di kantor Tripeni.

Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui juga uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home