Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:00 WIB | Sabtu, 11 Maret 2017

Lalu Pergilah Abram

Hamba sejati selalu berusaha menyenangkan hati tuannya.
Hijrah Abram dan keluarganya (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya” (Kej. 12:4). Demikianlah catatan penulis Kitab Kejadian berkait dengan panggilan Allah kepadanya. Menarik disimak, Abram, yang namanya berarti Bapa Agung, menanggapi sabda Allah itu. Mengapa Abram melakukannya?

Kemungkinan besar Abram memahami diri sebagai pribadi pilihan—yang dipanggil secara khusus. Setidaknya, sabda tersebut memang diperuntukan bagi dirinya. Pada titik ini bisa jadi Abram sendiri menyadari bahwa semuanya adalah anugerah—tidak ada alasan apa pun bagi Allah untuk memilih Abram. Tetapi, toh Allah memilihnya.

Kenyataan itulah kemungkinan besar yang membuat Abram percaya kepada Allah. Percaya berarti memercayakan diri. Abram memercayakan dirinya kepada Allah karena dia merasa Allah telah percaya kepada dirinya untuk menjadi bangsa yang besar sekaligus menjadi berkat bagi banyak orang.

Namun, itu tidak berarti Abram menggantungkan dirinya pada janji-janji Allah itu. Tidak. Dia memercayakan dirinya kepada Allah—bahwa Allah sanggup menaati janji-Nya. Bagaimanapun Allah yang berjanji lebih penting ketimbang janji-janji-Nya. Dan karena itulah Abram pergi!

Pergi merupakan tindakan iman. Pada kenyataannya Abram meninggalkan apa yang sudah pasti bagi dirinya—keluarganya, sanak saudaranya, lingkungannya. Abram meninggalkan semua kepastian itu untuk pergi ke sesuatu yang tidak pasti. Allah sendiri tidak menunjukkan alamat yang dituju. Kepastian tempat itu memang bukan pada alamat, tetapi kepada Allah yang akan menunjukkan tempat tersebut.

Dan karena itulah, Paulus menyatakan: ”Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu [kepercayaan Abraham] kepadanya sebagai kebenaran” (Rm. 4:3). Dalam BIMK tertera: ”Abraham percaya kepada Allah, dan karena kepercayaannya ini ia diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati Allah.”

Paulus berkesimpulan bahwa Allah menerima Abraham sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya. Mengapa? Karena ia memahami posisinya sebagai hamba. Dan hamba sejati selalu berusaha menyenangkan hati tuannya!

Bagaimana dengan kita?

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home