Loading...
HAM
Penulis: Reporter Satuharapan 11:33 WIB | Sabtu, 07 November 2015

Layanan Aborsi Aman Masih Kurang di Indonesia

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY menggelar diseminasi riset mengenai pengaturan aborsi aman dan bertanggung jawab untuk penyelamatan jiwa perempuan, di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (6/11). (Foto: Febriana Dyah Hardiyanti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Angka perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) masih tinggi. Namun, tingkat akses ke layanan aborsi aman, menurun. Hal tersebut yang mendorong Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengadakan diseminasi hasil risetnya mengenai pengaturan aborsi aman dan bertanggung jawab untuk penyelamatan jiwa perempuan, di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (6/11).

Aborsi aman adalah upaya kesehatan yang diberikan sebagai bagian dari pemenuhan hak reproduksi bagi perempuan yang mengalami KTD. Aborsi aman menurunkan ancaman kesakitan dan kematian perempuan.

“Aborsi aman adalah bentuk pelayanan yang harusnya diatur, bukan dikriminalkan,” ujar peneliti dari Puslit Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Irine Hiraswari Gayatri, pembicara dalam acara itu.

Pekerjaan rumah yang dihadapi oleh konstruksi perundangan di Indonesia berkaitan dengan perlindungan terhadap perempuan dari risiko reproduksi dan seksual adalah menjadikannya norma hukum yang sah. Selain itu, harus ditegaskan bahwa aturan kriminalisasi hanya diarahkan secara spesifik terhadap pasien serta tindakan aborsi yang tidak aman dan tidak bertanggung jawab.

“Remaja dengan status belum kawin bukanlah klien aborsi yang paling besar. Justru perempuan dengan status menikah dan pernah menikah mendominasi akses pelayanan aborsi aman. Pelayanan aborsi yang aman menghasilkan tingkat keluhan klien yang kecil. Klien dengan umur kehamilan enam minggu ke atas mendominasi akses ke pelayanan aborsi aman di klinik PKBI," kata Direktur PKBI DIY, Gama Triono, yang memaparkan hasil riset tersebut.

Klien yang mendominasi akses ke klinik PKBI untuk mendapatkan pelayanan aborsi aman, menurut Gama Triono, adalah klien yang bekerja. "Alasan utama dalam mengakses layanan aborsi aman adalah cukup anak dan kondisi anak yang masih kecil," dia menjelaskan.  

Data medis menunjukkan ada perbedaan pada jaringan hasil konsepsi antara mereka yang melakukan upaya pengguguran tidak aman dan yang tidak. Sumbangan aborsi tidak aman terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) tercatat 14 persen (WHO, 2007). Data tersebut, menurut Gama, merupakan fakta yang diharapkan dapat membuka mata publik serta pemerintah tentang pentingnya kehadiran pelayanan aborsi aman yang tersebar di setiap daerah untuk membantu perempuan yang mengalami KTD agar terhindar dari upaya aborsi tidak aman yang mengancam jiwa perempuan.

Peraturan tentang pengadaan fasilitas pelayanan kesehatan yang diperbolehkan untuk melaksanakan tindak aborsi aman harus berangkat dari paradigma hak reproduksi perempuan yang berbasis fakta konkret dan pembelajaran dari pengalaman praktik profesional yang selama ini sudah dijalankan.

Penelantaran terhadap perempuan yang berujung pada kesakitan, tidak berfungsinya organ reproduksi dan seksual serta berujung pada kematian, merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Mekanisme mengenai jaminan terselenggaranya layanan aborsi tanpa ada kriminalisasi adalah kebutuhan perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki.

“Kebijakan sebagai upaya pemenuhan hak perempuan dan petugas kesehatan yang akan membantu menyelamatkan perempuan seyogianya segera diterbitkan," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Budi Wahyuni.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home