Lebanon Tetapkan Anggara Di Tengah Protes Rakyat
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Parlemen Lebanon menetapkan anggaran tahun 2020 pada hari Senin (27/1) di tengah aksi demonstrasi rakyat yang menentangnya. Para pengunjuk rasa berusaha memblokir jalan menuju gedung parlemen di Beirut, dan khawatir rancangan itu justru memperburuk ekonomi Lebanon yang tengah terpuruk.
Anggaran diputuskan melalui pemungutan suara. Anggota parlemen menyetujui anggaran itu sebanyak 49 anggota, dengan 13 menolak, dan delapan anggota abstain, menurut laporan kantor berita nasional Lebanon, NNA.
Legislator dari partai Gerakan Masa Depan pimpinan mantan Perdana Menteri Saad Hariri, disebutkan bergabung dalam sidang itu pada menit terakhir, sehingga memenuhi syarat untuk kuorum dan sidang bisa dilanjutkan. Namun anggota parlemen dari kubu ini menentang rancangan itu atau memilih untuk abstain dalam pemungutan suara, menurut NNA.
Para pengunjuk rasa keberatan dengan rencana anggaran yang pengadopsian apa yang dirancang oleh pemerintah sebelumnya, yang digulingkan oleh tuntutan demonstrasi massa. Perdana Menteri ketika itu, Saad Hariri mengundurkan diri pada tanggal 29 Oktober.
Pengunjuk rasa juga mempertanyakan apakah anggota parlemen dapat secara legal mengadopsi rancangan anggaran itu, sementara Kabinet yang baru diangkat belum dikonfirmasi.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Hassan Diab telah diangkat menjadi perdana menteri menggantikan Hariri, dan baru pekan lalu mengumumkan kabinetnya. Respons pengunjuk rasa sendiri menunjukkan penolakan pada kabinet baru ini, dan masyarakat internasional cenderung menunggu langkah reformasi yang mungkin akan dijalankan oleh pemerintahan Diab.
Hassan Diab mengatakan bahwa pemerintahnya tidak akan menghalangi persetujuan anggaran yang disiapkan oleh kabinet sebelumnya, dan akan menyerahkannya kepada parlemen untuk membahasnya dan menyetujui rancangan tersebut.
Hassan Diab didukung oleh blok politik Islam Syiah, Hizbullah dan Amal Syiah. Pemerintah yang dibentuknya juga banyak disoroti sebagai dibentuk oleh peran yang dominan dari Hizbullah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran pemerintahan Diab menghadapi tantangan dalam mencari dukungan internasional untuk pemulihan ekonomi, mengingat Hizbullah terkena sanksi ekonomi dan keuangan dari sejumlah kekuatan Barat.
Lebanon menghadapi krisis pemerintahan sejak aksi demonstrasi menentang pemerintah digelar secara luas di negara itu. Mereka mengritik pemerintah yang tidak efektif dan korup, serta sistem politik yang membagi kekuasaan secara sektarian menjadi perlindungan bagi politisi korup.
Mata uang Lebanon, Lira yang secara resmi dipatok oleh bank sentral pada posisi 1.507 per dolar AS telah mengalami inflasi dalam beberapa bulan terakhir, dan nilai tukar turun hingga menjadi lebih dari 2.000 lira per dolar AS.
Sejumlah analis juga meragukan rancangan anggaran itu, karena berbagai asumsi dasar yang ditetapkan oleh kabinet sebelumnya sudah tidak akurat dengan kondisi keuangan dan ekonomi Lebanon sekarang.
Editor : Sabar Subekti
Pancasila Jadi Penengah Konflik Intoleransi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Leonard Chrysostomos Epafras ...