Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 17:31 WIB | Kamis, 15 September 2016

Legislator Nilai Penanganan Teroris di RI Belum Sistematis

Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III dengan BNPT di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (15/9). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem,  Ahmad HI M Ali, mengatakan penanganan teroris selama ini di Indonesia masih dilakukan secara adhoc dan belum terencana secara baik dan sistematis.

Ia mencontohkan kasus penangkapan Siyono yang menunjukkan betapa lemahnya fungsi intelijen.

Menurut dia, Santoso awalnya hanya seorang pedagang dan  terlibat satu kasus perampokan mobil boks.

“Tiba-tiba beberapa tahun kemudian menjelma menjadi seorang monster yang menakutkan, bagi saya itu apakah bukan mengada-ada semacam itu," kata Ahamad di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (15/9).

Menurut Ahmad, yang terjadi saat ini adalah adanya permasalahan antara polisi sebagai aparat keamanan dan radikalis.

“Santoso dan Basir Cs ini bukan figur yang berbahaya, dua orang ini tidak pantas disebut seorang mujahid," kata dia.

‎Karena itu, Ahmad menilai ribuan pasukan yang ditugaskan di Poso bukan untuk menyelesaikan permasalahan, malah justru menambah ketakutan masyarakat kepada aparat. Sebab, dengan adanya operasi Camarmalio dan Tinombala di Poso menjadikan masyarakat tidak bisa beraktivitas di hutan. Padahal masyarakat Poso  90 persen tinggal di pesisir, selain di ladang, sebagai petani,

“Proses operasi Camarmalio dan Tinombala sampai hari ini itu sudah berapa tahun. Pertanyaannya, sejauhmana dana yang disiapkan oleh negara untuk BNPT untuk melakukan operasi penanggulangan mental masyarakat yang berada di pesisir," kata dia.

Ditambahkan dia, meski Santoso digambarkan sebagai sosok yang menakutkan, pada saat dikuburkan ribuan manusia mengantar jenazah. Memang, mereka tidak mencintai sosok Santoso, tapi di sisi lain justru menambah kebencian masyarakat kepada aparat.

“Itu masalah, mereka tidak membenci Santoso tapi mereka membenci aparat,” katanya.

‎Diantara 100 yang di tangkap di Poso, ia memperkirakan tidak lebih dari 10 tokoh yang mempunyai ideologi dan memahami betul gerakan radikalisme. Sementara, yang lain hanya ikut-ikutan dan hanya gagah-gagahan saja.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home