Loading...
INDONESIA
Penulis: Windrarto 14:47 WIB | Senin, 03 Juni 2013

Lima Langkah Budayakan Nilai-Nilai Pancasila

Pembacaan rekomendasi hasil Kongres Pancasila V di Kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kongres berlangsung tanggal 31 Mei dan 1 Juni 2013 (sumber ugm.ac.id)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kongres  Pancasila V, yang diselenggarakan Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada (UGM) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, pada 31 Mei dan 1 Juni 2013, merekomendasikan lima langkah untuk membudayakan kembali nilai-nilai Pancasila.  Kongres bertema “Strategi Pembudayaan Nilai-nilai Pancasila dalam Menguatkan Semangat Ke-Indonesia-an”  berlangsung di kampus UGM, Bulaksumur, Yogyakarta.

Lima rekomendasi, sebagaimana disusun tim perumus yang diketuai Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K), pertama, perlu segera dikeluarkan peraturan perundang-undangan yang memberikan dasar operasional pelaksanaan pendidikan Pancasila pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Kedua, khusus untuk pendidikan tinggi, sesudah dikeluarkan UU PT No. 12 Tahun 2012 , Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu segera menerbitkan peraturan perundangan yang berisi rambu-rambu perkuliahan Pancasila.

Ketiga, perlu disusun program aksi melaksanakan revolusi hukum Indonesia. Keempat, pemimpin negara wajib sebagai advokator Pancasila. Kelima, untuk memasyarakatkan nilai Pancasila, peserta kongres setuju membentuk Masyarakat Studi Pancasila.

Terkait dengan rekomendasi ketiga, menurut tim perumus, pembudayaan Pancasila dalam situasi kehidupan politik kita seperti sekarang ini berhadapan dengan liberalisme, anti gotong royong, politik dinasti, dan demokrasi biaya tinggi. Untuk itu, diperlukan revitalisasi Pancasila dalam pembudayaan nilai Pancasila pada subyek negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Strategi Pembudayaan

Strategi pembudayaan nilai Pancasila dalam bidang hukum dirasa sangat sulit apabila tidak ada revolusi hukum. Revolusi hukum ini akan dapat direalisasikan dengan memahami konsep hukum revolusi. Hukum revolusi bila diaktualisasikan dapat dipilih sebagai salah satu strategi pembudayaan Pancasila dalam meningkatkan semangat keindonesiaan.

Caranya, pertama, menempatkan faktor manusia lebih penting dan dominan daripada teks-teks perundang-undangan; kedua,  mengkonsepkan hukum sebagai perilaku; ketiga, mobilisasi hukum meliputi pembuatan hukum baru (rule making), pembatalan hukum yang cacat ideologis (rule breaking), ataupun pendayagunaan hukum adat, hukum alam, hukum agama, kearifan lokal secara kontekstual sehingga strategi pembudayaan Pancasila menjadi bervariasi dan progresif.

Hukum revolusi, kecuali garis besar romantika, dinamika, dan dialektika, pada pokok-pokoknya ialah pertama, revolusi hukum harus dimulai dengan identifikasi terhadap hukum-hukum  yang cacat ideologis; kedua, revolusi hukum memihak kepada rakyat dengan menekankan kepada keadilan sosial; ketiga, revolusi hukum merupakan simponi dekonstruksi dan rekonstruksi yang berjalan dalam keteraturan dan kedamaian sebagai gerakan nasional; keempat, revolusi hukum mempunyai pentahapan; kelima, revolusi hukum harus mempunyai program yang jelas dan tepat; keenam, revolusi hukum harus mempunyai soko guru dan pimpinan yang tepat, yang punya pandangan jauh ke depan, yang konsekuen, yang sanggup melaksanakan tugas-tugas revolusi sampai pada akhirnya, dan revolusi juga harus punya kader-kadernya yang tepat pengertiannya dan tinggi semangatnya.

Dasar Negara

Pengamat politik Yudi Latif, yang menjadi pembicara dalam kongres tersebut, mengemukakan pengamalan Pancasila oleh kalangan penyelenggara negara saat ini telah bergeser dari era saat negeri ini didirikan. "Kalau dulu para pendiri bangsa kebijakannya sesuai dengan nilai atau etika Pancasila, saat ini mengalami kemerosotan," katanya sebagaimana diberitakan Antara, Jumat (31/5).

Kemerosotan dalam penghayatan nilai Pancasila itu, menurut dia antara lain diindikasikan dengan maraknya praktik korupsi di kalangan penyelenggara negara saat ini. Sejak pengesahan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia pada 18 Agustus 1945, paparnya, Pancasila telah diterapkan sebagai falsafah negara, pandangan hidup, serta dasar kenegaraan.

"Pengamalan nilai tersebut hanya dapat terlaksana apabila ada ketaatan dari penyelenggara negara dan warganya," katanya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home