Loading...
BUDAYA
Penulis: Tunggul Tauladan 15:06 WIB | Sabtu, 12 Desember 2015

Livi Zheng: Filmmaker Tak Harus Punya Background Film

Livi Zheng (tengah) dan Eddi Cahyono (kiri) berbagi pengalaman dalam Sarasehan Filmmaker Jogja (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Sutradara Film “Brush with Danger”, Livi Zheng berbagi pengalaman dengan puluhan filmmaker atau calon filmmaker di Yogyakarta. Acara pada Jum’at (11/12) di Griya Kedaulatan Rakyat yang dikemas dengan tajuk “Sarasehan Filmmaker Jogja” ini diselenggarakan oleh Paguyuban Filmmaker Jogja bekerjasama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Yogyakarta.

Dalam sarasehan tersebut, Livi Zheng tidak sendirian. Seorang filmmaker lain bernama Eddi Cahyono juga hadir sebagai salah satu narasumber. Pria yang menjadi sutradara film “Siti” tersebut baru-baru ini namanya semakin dikenal karena dirinya ditahbiskan sebagai sutradara terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2015.

Dalam sarasehan tersebut, Livi Zheng berbagi pengalaman tentang dirinya yang pada awalnya tidak memiliki background film, namun menjadi serius di dunia akting. Menurut Livi, seseorang tidak harus memiliki background film untuk menjadi filmmaker.

“Saya awalnya pindah ke Beijing untuk mendalami beladiri wushu. Kemudian saya mengambil kuliah di jurusan ekonomi. Namun karena jatuh cinta dengan film, akhirnya terjun di dunia ini. Jadi bagi anda yang ingin menjadi filmmaker, tidak wajib memiliki background film. Yang penting suka dan kerja keras,” ungkap sutradara yang filmnya masuk ke dalam nominasi Piala Oscar tersebut.

Di sisi lain, Eddi Cahyono menggaris bawahi kata suka terhadap film sebagai salah satu modal untuk menjadi filmmaker. Menurut pria asli Yogyakarta ini, modal utama seorang filmmaker adalah menonton dan mencari referansi film sebanyak-banyaknya.

“Sejak kecil saya sudah suka nonton film di bioskop. Dulu di Jogja sejak SMP saya sudah sering nonton di Bioskop Widya, Soboharsono, atau Senopati,” ungkap pria yang gemar membuat film pendek ini.

Menurut Eddi, seorang filmmaker harus mencari referensi film sebanyak-banyaknya. Film-film produksi Hollywood, Bollywood, Jepang, Hongkong, Eropa, hingga Timur Tengah, dan negara-negara lain, seperti Iran hingga Korea harus menjadi referansi.

“Sejak dulu saya sangat suka mencari referensi film. Saya banyak menonton film-film produksi Hollywood, Eropa, hingga Timur Tengah, seperti Iran. Namun, saya tertarik dengan film produksi Jepang yang salah satunya berjudul “Seven Samurai”. Film ini bisa bertutur sehingga saya tertarik untuk membuat film yang bisa bertutur,” kata Eddi. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home