Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 18:12 WIB | Kamis, 08 Oktober 2015

LSM Datangi KPK, Gelar Aksi Terkait RUU tentang KPK

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan (ketiga dari kanan) saat memberikan keterangan pers untuk mengkritik Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, di Gedung KPK, pada hari Kamis (8/10). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari Kamis (8/10), menggelar aksi teatrikal "peletakan batu pertama Museum KPK" untuk mengkritik maraknya wacana Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, mengatakan pada Kamis ini, LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan, menyikapi rencana DPR merevisi undang-undang tentang KPK, yang ditengarai sebagai upaya untuk pelemahan KPK dalam pemberantasan korupsi.

“Kami anggap penting untuk menyikapi upaya-upaya yang dilakukan sistematis melalui jalur parlemen, yang ingin melakukan perubahan atau revisi terhadap undang-undang tentang KPK, yang tujuannya untuk melakukan pelemahan dan amputasi, bahkan mematikan idealisme KPK,” kata Abdullah Dahlan di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Abdullah mengatakan, LSM yang tergabung dalam koalisi itu, meliputi ICW, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Institute for Criminal Justice Reform, Masyarakat Pemantau Peradilan FH UI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan.

Abdullah menegaskan, Revisi UU KPK sejatinya belum dibutuhkan. Dia menilai, alasan DPR untuk menyempurnakan kelembagaan KPK itu hanya bualan belaka.

"Sayangnya hal ini tak tercermin dalam substansi materi muatan RUU KPK. Kami menganggap ada persoalan serius yang tak dipahami DPR soal penguatan KPK. Alih-alih memperkuat KPK, nyatanya substansi RUU tersebut justru akan melemahkan dan pada akhirnya membunuh KPK," kata dia.

Dia mencontohkan Pasal 5 Revisi UU KPK yang hanya membatasi jangka waktu KPK berdiri yaitu 12 tahun. "Hal ini bukan merupakan upaya penguatan KPK, melainkan upaya membunuh KPK. Jika DPR ingin memperkuat KPK sudah seharusnya KPK dimasukkan ke dalam konstitusi agar dijadikan lembaga negara yang permanen," kata dia.

Dengan demikian, koalisi itu meyakini pembahasan Revisi UU KPK merupakan bentuk perlawanan DPR terhadap upaya pemberantasan korupsi yang mengkhianati aspirasi masyarakat. Karena itu, LSM mendesak pemangku kepentingan menolak Revisi UU KPK usulan wakil rakyat.

"Kami mendesak DPR membatalkan usulan pembahasan Revisi UU KPK dan mencabut RUU KPK dari Prolegnas, dan meminta Presiden Jokowi menolak usulan Revisi UU KPK dan menarik dukungan pemerintah dalam pembahasan RUU KPK," kata dia.

Sementara itu peneliti ICW, Aradilla Kaisar, menambahkan bahwa DPR sedang mencoba untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap KPK, dengan melihat dalam draf RUU tersebut hanya diberikan waktu 12 tahun hidup.

“Dua belas tahun lagi KPK akan mati. Kalau ini disahkan, saya rasa ini kematian terhadap upaya pemberantasan korupsi,” kata dia.

“Jadi poin pentingnya adalah DPR selalu mengucapkan dan beralasan ini upaya penguatan kelembagaan dan penyempurnaan KPK. Tetapi, bagi kami, logikanya tidak masuk. Itu omong kosong. Bagimana mungkin penguatan KPK, tapi KPK diberikan waktu 12 tahun bekerja setelah itu dibubarkan?” dia menambahkan.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home