Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 11:40 WIB | Jumat, 10 Mei 2013

Masalah E-KTP, Pemerintah Harus Segera Temukan Solusinya

SATUHARAPAN.COM - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, harus menjelaskan dan menawarkan solusi  untuk mengatasi masalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru yang disebut sebagai E-KTP dan di dalamnya terdapat chip berisi data dasar kependudukan.

Masalahnya, larangan memfotokopi E-KTP, atau mengkopi sekali saja dan selanjutnya mengkopi dari yang pertama bisa menimbulkan banyak masalah. Urusan KTP merupakan urusan dasar bagi sertiap warga negara, dan penyelenggara administrasi negara telah bertindak ceroboh atas masalah ini.

KTP akan diperlukan, bahkan pada anak yang baru lahir, karena dia membutuhkan KTP orangtua untuk memperoleh akte kalahiran. Akte ini sangat penting sebagai identitas keberadaannya sebagai manusia dan warga negara. Tanpa itu, anak ini akan menjadi stateless, tanpa kewarga-negaraan.

Sepanjang hidup seseorang tidak pernah lepas dari keperluan identitas kependudukan ini, milik dirinya atau orangtuanya. Demikian juga diperlukan untuk mendapatkan akses pada berbagai pelayanan untuk melindungi hak-haknya, termasuk bidang kesehatan dan pendidikan.

Pada usia muda, identitas kependudukan ini diperlukan untuk bekerja, menikah, untuk mendapat fasilitas kredit  dan akses pada lembaga keuangan, untuk memperoleh paspor, untuk bekerja. Bahkan ketika seseorang meninggal, kartu identitas ini masih diperlukan untuk berbagai urusan.

Kartu identitas kependudukan ini juga tidak boleh tidak berada di tangan pemiliknya, karena akan diperlukan sewaktu-waktu. Itu sebabnya, untuk urusan lain yang diserahkan adalah kopi dari kartu tersebut. Masalah justru timbul ketika dinyatakan kartu ini tidak bisa dikopi untuk menghindari kerusakan chip. Kalau benar proses mengkopi merusak chip, maka bisa jadi sekarang ada orang yang memegang E-KTP dengan data yang sudah rusak. Dan hal ini menjadi masalah yang lebih luas dan serius bagi pemiliknya.

Teknologi visual dan cetak memang telah berkembang. Warga dapat memfoto KTP tersebut dan mencetaknya. Atau mengkopi dengan cara scanning. Masalahnya, tidak semua warga, bahkan sebagian besar, belum memiliki akses pada teknologi tersebut. Bahkan hasilnya pun tidakselalu dapat dipertanggungjawabkan, karena hasil foto mudah direkayasa, dan potensial digunakan untuk penipuan. Jangankan KTP, uang yang dicetak dengan teknologi tinggi saja terus-menerus dipalsukan.

Oleh karena itu, masalah KTP ini adalah masalah yang serius. Pemerintah harus menanggapi dengan serius dan mencari solusi. Kalau tidak, situasinya akan menjadi kacau dan banyak hak-hak sipil warga negara dilanggar akibat kecerobohan ini.

Apa yang sekarang muncul ke permukaan barulah sebagian dari masalah KTP ini. Padahal proses pendataan dan pencetakan serta distribusi belum tuuntas. Tentang data-data di dalam kartu tersebut, bagaimana mengakses dan memferifikasi, belum ada gambaran, khususnya bagi lembaga yang akan menggunakannya. Perlengkapan untuk membaca data atau mengecek keberaran data, belum tersedia di lembaga yang berwenang menggunakan.

Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan solusi segera untuk masalah ini. Kalau tidak, akan terjadi pelanggaran hak-hak sipil warga secara meluas. Kondisi ini  dapat memicu tindakan diskriminatif oleh birokrasi kita yang selama ini juga dirasakan tidak serius melayani warga secara baik dan fair. Dan solusi ini tidak bias menunggu terlalu lama.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home