Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 19:07 WIB | Jumat, 11 Juli 2014

Masyarakat Perlu Awasi Penghitungan Suara Pilpres

Seorang saksi mengabadikan gambar grafik perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014 saat rekapitulasi atau penghitungan suara tingkat kelurahan di Kelurahan Kalideres, Jakarta, Jumat (11/7). Pihak PPS menargetkan akan menyelesaikan rekapitulasi surat suara tingkat kelurahan dalam waktu satu hari, dan selanjutnya dilakukan rekapitulasi tingkat PPK. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilpres harus netral dan transparan. KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus bisa meyakinkan seluruh kandidat dan masyarakat bahwa pelaksanan Pilpres 2014 berjalan jujur, adil dan transparan sebagaimana diamanahkan Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945.

Selain itu diharapkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi KPU dan Bawaslu setelah pencoblosan terlebih setelah masing-masing kandidat mengklaim kemenangannya merujuk pada hasil hitung cepat.

KPU sendiri akan mengumumkan secara resmi hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilpres pada 22 Juli 2014. Dalam masa penghitungan suara itu, kecurangan dalam proses rekapitulasi suara sangat mungkin terjadi.

Ketua Umum Forum Akademisi IT (FAIT), Hotland Sitorus menyatakan bahwa masyarakat perlu mengawasi penyelenggara Pilpres di setiap tingkatan, mulai dari TPS, PPS di kelurahan/desa, PPK di kecamatan hingga KPU pusat. 

"Perlu diingat, kecurangan yang paling potensial terjadi justru di tingkatan TPS, PPS dan PPK.” kata Hotland Sitorus yang juga Akademisi di Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat melalui surel pada satuharapan.com.

Hotland Sitorus mengatakan bahwa hasil riset FAIT terhadap hasil Pileg 9 April lalu, ditemukan kecurangan berupa pemindahan suara baik antar caleg dalam satu partai maupun antar caleg antar partai. Selain itu, ditemukan pula C1 yang direkayasa dan inilah yang digunakan sebagai acuan rekapitulasi penghitungan suara di PPS.

“Mengawasi TPS itu penting, tetapi mengawasi apa yg tidak kelihatan adalah lebih penting, sebab di sanalah peluang terbesar kecurangan dilakukan. Yang tidak kelihatan yang dimaksudkan adalah bagian dari proses Pilpres dimana peranan para saksi dibatasi atau tidak ada,” lanjut Hotland Sitorus.

Hotland Sitorus merinci bahwa setidaknya ada dua bagian yang tidak kelihatan itu berpotensi untuk direkayasa yaitu yang pertama adalah proses transmisi (pemindahan) hasil perhitungan dari TPS ke PPS. Sertifikat C1 sangat potensial direkayasa. Modus rekayasa adalah memanfaatkan suara golput dan Memindahkan suara antar kandidat capres.

Potensi kecurangan kedua adalah perangkat bantu rekapitulasi penghitungan suara berupa formula excel. Formula ini dapat direkayasa dengan tujuan mengatur distribusi suara.

“Selain penyelenggara pemilu, saksi-saksi di Pilpres juga sangat menentukan kualitas penyelenggaraan Pilpres itu sendiri,’ kata dia.

Berikut langkah-langkah antisipatif yang dapat dilakukan saksi-saksi saat mengawasi Pilpres:

  1. Periksa C1 yg digunakan di TPS, pastikan keasliannya dengan hologram yg menyatu dengan lembar C1, bukan hologram tempelan.
  2. Saksi di TPS harus menandatangani C1 dan menerima foto kopiannya.
  3. Saksi di PPS harus memeriksa C1 yang dimiliki PPS sebelum melakukan rekapitulasi, C1 harus berhologram asli, bukan hologram tempelan, atau mencocokkan tandatangan saksi dengan C1 foto kopian yang dimiliki.
  4. Saksi di PPS harus mengikuti rekapitulasi di PPS dengan cermat, periksa penghitungan perolehan suara kedua kandidat, suara tidak sah dan suara golput dan mencocokkannya dengan data dari TPS.
  5. Saksi di PPS wajib mendapatkan soft copy excel yang digunakan sebagai perangkat rekapitulasi penghitungan suara di PPS.
  6. Saksi di PPK dapat mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh saksi di PPS.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home