Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 13:39 WIB | Kamis, 27 Agustus 2015

Mendagri: Indonesia Bukan Negara Agama

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjadi pembicara kunci pada peluncuran Prodi Ilmu Politik UKI Jakarta, Kamis (27/8). (Foto-foto: Bayu Probo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengaku sudah mengembalikan 139 peraturan daerah (perda) yang diskriminatif. “Disertai catatan, Indonesia bukan negara agama.  Indonesia adalah negara Pancasila,” katanya di Universitas Kristen Indonesia, Kamis (27/8).

Pengakuannya ini ia sampaikan saat menjadi pembicara kunci pada pembukaan Program Studi Ilmu Politik Fakultas dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Ia juga menambahkan bahwa dinamika politik lokal harus diantisipasi. “Berbahaya,” katanya. Salah satunya adalah menguatnya politik sektarian di daerah. Jadi, “Selama tiga hingga empat tahun ke depan, pemerintah pusat akan terus mengusahakan sistem pemerintahan yang efisien dan revitalisasi demokrasi.

Ketua Prodi Ilmu Politik UKI Isbodroini Suyanto.

“Pemerintah pusat harus berani merombak, perda-perda yang menentang keberagaman, kebinekaan,” ia menegaskan. Sebab, “Ada perda yang tidak nyambung dengan peraturan di atasnya. Bahkan ada perda yang seperti dibuat tidak dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Bahkan, ia mengeluhkan perda-perda diskriminatif itu kebanyakan di Jawa. “Dekat dengan ibu kota,” kata mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Rektor UKI Maruarar Siahaan.

Walau begitu, ia menegaskan Pemerintah Pusat terus memperkuat otonomi daerah. Salah satunya adalah dengan mendukung pemilihan kepala daerah secara serentak. Sebab, pilkada serentak menjamin sinkronnya tahap-tahap pembangunan. Dari penyusunan APBN, APBD, hingga pencairan dan penyerapannya.

Sebelumnya, pada sambutan pembukaan Prodi Ilmu Politik UKI, Ketua Prodi Isbodroini Suyanto juga mengeluhkan bahwa setelah lepas dari cengkeraman kuat pemerintah pusat pada era Orde Baru, otonomi daerah malah menimbulkan masalah baru, yaitu etnosentrisme. “Pemerintah daerah dan para wakil daerah tidak memahami prinsip demokrasi dan otonomi. Demokrasi bukan hanya masalah mayoritas dan minoritas,” katanya.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UKI Witarsa Tambunan.

Launching Prodi Ilmu Politik UKI.

Mahasiswa UKI menghadiri launching Prodi Ilmu Politik UKI.

Mantan Direktur Pascasarjana Universitas Indonesia ini menegaskan, “Nilai-nilai demokrasi adalah partisipasi masyarakat, hak asasi manusia, dan keadilan. Tanpa itu otonomi daerah tidak ada artinya.” Itu juga yang menggelitik UKI untuk mendirikan Prodi Ilmu Politik. Walaupun, sudah terlambat puluhan tahun. Ia pun berseloroh, “Better late than never.”

Ikuti berita kami di Facebook


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home