Loading...
DUNIA
Penulis: Trisno S Sutanto 08:41 WIB | Rabu, 05 Juni 2013

Mengenang Perjuangan Kebebasan di Tienanmen

Mengenang Perjuangan Kebebasan di Tienanmen
Bertahan di tengah hujan ((Foto-foto: Trisno S. Sutanto)
Mengenang Perjuangan Kebebasan di Tienanmen
Mengirim doa.
Mengenang Perjuangan Kebebasan di Tienanmen
Menyanyikan harapan.
Mengenang Perjuangan Kebebasan di Tienanmen
Tetap bertahan walau hujan.
Mengenang Perjuangan Kebebasan di Tienanmen
Foto wartawan AP yang yang mengabadikan peristiwa 4 Juni 1989. (Foto: dari dw.de)

HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Boleh jadi orang lupa pada peristiwanya. Apalagi rinciannya. Tetapi ketika melihat foto terkenal, hasil jepretan Jeff Widener dari Associated Press, yang mengabadikan seseorang berdiri sendirian menghadang tank-tank yang melaju, kenangan pada “tragedi Tienanmen” di China pada Juni 1989 segera kembali.

Hari itu, 24 tahun lalu, mahasiswa di China memulai proses demokratisasi. Mereka menduduki lapangan Tienanmen di tengah kota Beijing, mendirikan replika patung Liberty New York, dan menuntut dibukanya ruang-ruang kebebasan yang makin luas. Bagi mereka, sistem pemerintahan komunis di China, yang sebagian besar dikuasai oleh orang-orang gaek, sudah dirasa terlalu pengap.

Pemerintah China, di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, menjawab dengan tindakan brutal. Mereka mendorong militer mengambil alih lapangan Tienanmen, yang selama tujuh minggu diduduki mahasiswa. Malam hari, antara tanggal 3 – 4 Juni 1989, pasukan China yang bersenjata berat, menyerbu para mahasiswa yang sama sekali tidak bersenjata kecuali semangat memperjuangkan kebebasan. Ribuan orang jadi korban—sampai sekarang tak ada data pasti berapa jumlah korban sesungguhnya.

Dan militer China memberlakukan kondisi darurat. Para aktivis di seluruh pelosok negeri dijemput paksa. Sebagian lainnya memilih untuk lari ke luar negeri. Sebagian lainnya harus menanggung siksaan dan penjara, tanpa tahu sampai kapan.

Apakah semua perjuangan itu sia-sia? Seakan-akan memang begitu. Sistem pemerintahan China hampir tidak mengalami perubahan berarti—bahkan sampai sekarang, ketika negara tirai bambu itu menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dunia yang sering membuat orang kagum. Dan tragedi Tienanmen hanya menjadi salah satu dari peristiwa tragis yang lama-lama akan dilupakan orang.

Tetapi tragedi Tienanmen terbukti tetap hidup dan dihidupkan oleh banyak orang, walau pemerintah China melarang semua kegiatan untuk memperingatinya. Di Hong Kong, sejak peristiwa tragedi Tienanmen, setiap tahun mereka mengenang tragedi itu. Ratusan ribu orang berkumpul di taman Victoria, menyalakan lilin, memanjatkan doa, bernyanyi dan meneriakkan yel-yel.

Bahkan hujan deras pun tak menyurutkan tekad mereka. Seperti malam itu Selasa (4/6) saat hujan mengguyur Hong Kong di malam hari, ribuan orang—lelaki, perempuan, orang tua maupun anak-anak muda—tetap datang dan memadati taman Victoria.

Charlotte, gadis muda Hong Kong, merumuskan apa arti peringatan itu bagi dirinya dan generasinya. “Kami ingin menegaskan bahwa Hong Kong, walau merupakan bagian dari China, tetap berbeda,” ujarnya. “Di China daratan mungkin pemerintah bisa melarang kegiatan seperti ini. Tapi Hong Kong lain. Di sini, kami masih memiliki apa yang disebut kebebasan. Dan kami tak ingin kebebasan itu diambil. Setidaknya bagi saya.”


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home