Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:37 WIB | Rabu, 06 Agustus 2014

Menhut Peringatkan Puncak Musim Kemarau Kering

Pemerintah melakukan upaya antisipasi ancaman dari El Nino. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar terkena imbas. (Foto: rri.co.id)

PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan El Nino telah bergeser di Riau, dari perkiraan Agustus dan September, menjadi empat bulan terakhir pada 2014, sehingga provinsi tersebut harus mewaspadai ancaman kebakaran hutan dan lahan.

"Ini titik api atau hotspot dari mulai 20 Juni mulai meningkat, kemudian 20 Juli. Tapi di titik api tersebut, curah hujan sedikit. BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) sebutkan, mudah-mudahan dalam pekan ini masih ada curah hujan," katanya di Pekanbaru, Rabu (6/8).

Dia menjelaskan, berdasarkan perkiraan BMKG saat ini, untuk wilayah udara Indonesia bagian barat, khususnya di Provinsi Riau, fenomena alam El Nino akan terjadi pada September, Oktober, November, dan Desember 2014.

El Nino merupakan fenomena kenaikan suhu perairan permukaan laut, khususnya di Samudra Pasifik. Kenaikan suhu air laut itu, dapat memengaruhi terjadinya persebaran dalam pembentukan awan hujan.

Sementara dalam konteks negara kepulauan seperti Indonesia, El Nino akan semakin menghambat pertumbuhan atau pembentukan awan hujan di wilayah barat, dan memicu terjadinya potensi kekeringan.

"Jadi, memang sekarang belum. Namun, kita akan segera menghadapi puncak-puncak musim kemarau kering, akibat El Nino, atau masih ada waktu bagi kita dalam menghadapinya. Agustus ini ramalan cuacanya masih teduh dan kemungkinan besar ada curah hujan, tapi jangan itu membuat kita lengah," katanya.

Seperti diketahui, musim kemarau yang terjadi pada awal 2014 telah menyebabkan kebakaran lahan dan hutan di Riau.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan kebakaran telah menghanguskan sekitar 2.398 ha lahan termasuk yang berada di cagar biosfer 21.914 ha.

Asap dengan sumber dari kebakaran cagar biosfer, telah menyelimuti wilayah udara di Kota Pekanbaru, sehingga melumpuhkan aktivitas Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II, dan tercatat api membakar kawasan cagar biosfer cukup sulit dipadamkan.

Sebelumnya atas inisiatif perusahaan raksasa Sinar Mas Group, kawasan konservasi alam Giam Siak Kecil-Bukit Batu, ditetapkan menjadi cagar biosfer oleh UNESCO pada 2009, dan tercatat Asia Pulp and Paper mendukung penuh reservasi di kawasan seluas 178.000 ha tersebut.

Pada Juni 2014, BMKG Stasiun Pekanbaru memperkirakan, dengan mengingatkan potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau, akan terjadi pada Agustus sampai September 2014, "Kita prediksi dari kondisi cuaca dan puncak keringnya itu terjadi di bulan Agustus sampai September tahun ini," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Slamet Riyadi. (Ant) 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home