Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 07:30 WIB | Selasa, 03 Februari 2015

Menteri Susi Jawab Nelayan yang Mau Kebagian Rekening Gendut

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti saat menggelar pertemuan dengan para nelayan terkait Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan (Men KP) Susi Pudjiastuti mengemukakan tidak setuju dengan kebijakan solar gratis bagi nelayan.

“Saya lihat karena kalau disubsidi itu tidak adil, karena ada nelayan yang kerjanya hanya jual solar bersubsidi malah bisa lebih untung dari pada nelayan yang berbulan-bulan melaut,” kata Susi Pudjiastuti pada dialog dengan para nelayan dari berbagai organisasi perikanan di Gedung Mina Bahari I, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (2/2) di Jakarta.

Susi mengatakan demikian karena menanggapi pertanyaan dari perwakilan nelayan, Jufri, nelayan asal Pati, Jawa Tengah yang meminta penangguhan Peraturan Menteri No.2 Tahun 2015 namun meminta subsidi solar seperti tertuang pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.6 Tahun 2014.

Menurut Peraturan Menteri ESDM tersebut pemerintah mengizinkan seluruh jenis kapal nelayan menggunkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dengan volume 25 kiloliter (kl) per bulan.

Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Harga Jual Eceran Jenis BBM tertentu untuk konsumen pengguna tertentu yang melarang nelayan dengan kapal 30 Gross Ton (GT) tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi.

“Saya lihat ini tidak adil karena mereka yang hanya jualan solar ini malah saya kasihan sebenarnya, karena subsidi solar itu banyak tipu muslihatnya Pak, karena saat ini di sana malah banyak permainan yang tidak penting,” Susi menambahkan.

Akan tetapi Jufri langsung menimpali jawaban Susi tersebut dengan mengemukakan saat ini pihaknya sebagai nelayan ingin merasakan kekayaan hasil laut, dan merasakan subsidi dari negara bagi nelayan yang tidak mampu sehingga dapat hidup sejahtera.

“Kami ini ingin Bu sebagai nelayan, merasakan rekening gendut dari hasil kerja keras kami yang halal,” jawab Jufri yang memancing gelak tawa para nelayan lain yang ada di Ground Floor Graha Mina Bahari I.

Susi menjelaskan ia lebih setuju mengalokasikan dana solar bersubsidi untuk kepentingan lain. Misalnya bantuan alat-alat tangkap bagi nelayan yang membutuhkan.

"Lebih baik diganti alat tangkap nelayan kecil. Kemudian diganti kapal nelayan dari 5 GT (GrossTon) menjadi 10 GT, 20 GT, 30 GT, program budidaya, agar-agar. uangnya diminta membangun daripada 'dibakar' dan dimanipulasi atas nama solar subsidi karena tahu banyak maksiatnya," papar Susi.

Menurut catatan Susi, banyak kapal asing yang mendapatkan solar bersubsidi dari Indonesia. Mereka mendapatkannya dari nelayan setempat yang menjualnya di tengah laut.

"Mereka solarnya dari kita. Bukan dari Thailand, Tiongkok, dan Vietnam karena tidak ada SPBU di tengah laut," Susi menjelaskan

Para nelayan dan pengusaha perikanan yang datang ke kantor Menteri Susi kira-kira berjumlah lebih dari 35 orang  dan melakukan dengar pendapat dengan Susi Pudjiastuti menyoal Peraturan Kementerian Kelautarn Perikanan No.1 dan 2 Tahun 2015 tentang pelarangan hewan yang akan ditangkap di laut.  

Ketidakpuasan terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemilik maskapai Susi Air ini tidak hanya kali ini saja, beberapa waktu lalu di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berbagai asosiasi perikanan dan himpunan nelayan menginginkan agar kebijakan sektor kelautan dan perikanan yang otoriter dan tanpa sosialisasi untuk dihentikan, karena tidak memberikan peningkatan kesejahteraan kepada pelaku usaha perikanan.

"Kebijakan yang otoritatif ini stop di sini, tidak boleh ada di negara demokrasi," kata Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichin, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI.

Berbagai kebijakan Menteri Susi yang dikritik oleh para asosiasi perikanan adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/2014, No. 57/2014, No. 58/2014, No. 1/2015, dan No. 2/2015.

Sejumlah kebijakan itu antara lain terkait dengan moratorium perizinan kapal penangkap ikan, larangan "transshipment" (alih muatan di tengah laut), dan juga pembatasan sejumlah komoditas seperti lobster, serta pembatasan penyaluran BBM bersubsidi kepada kapal penangkap ikan.

Yussuf mengingatkan bahwa strategi untuk menerapkan ekonomi kelautan terbagi atas tiga komponen, yaitu sasaran, cara, dan sarana-prasarana-anggaran.

Namun, menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini belum jelas apa targetnya, sehingga berimplikasi kepada tidak jelas sasaran dan caranya.

Ia juga mengingatkan, adanya KKP untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan yang merupakan pilar dari negara maritim.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home