Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 22:00 WIB | Jumat, 26 Agustus 2016

Menteri Susi Wacanakan Amnesti Manipulasi Dokumen Kapal

Ilustrasi. Anggota Satpolair Polda Kepri menjaga empat kapal yang berhasil diamankan Direktorat Polair Polda Kepri ketika melakukan ilegal fishing beberapa waktu lalu di Perairan Natuna di atas Kapal Patroli Polisi Baladewa-8002 di Pelabuhan Batuampar, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (24/6). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mewacanakan program amnesti manipulasi dokumen kapal tangkap ikan dalam rangka menarik minat para pengusaha sektor perikanan untuk mau melakukan pengukuran ulang kapalnya.

"Tidak hanya ada `tax amnesty` tetapi ada juga amnesti manipulasi dokumen," kata Menteri Susi dalam jumpa pers di Jakarta, hari Jumat (26/8).

Dia memaparkan, amnesti terhadap pemilik kapal ikan itu bakal diberlakukan hingga tahun 2016 ini berakhir untuk masa pengukuran ulang kapal.

Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan tidak akan ada kriminalisasi terhadap pemilik kapal yang ingin melakukan pengukuran ulang terhadap kapal yang mereka miliki.

Sebelumnya, KKP menyatakan kegiatan "markdown" atau merendahkan bobot kapal ikan dari ukuran sebenarnya sangat signifikan terjadi di sejumlah lokasi kawasan penangkapan ikan di Indonesia.

"Markdown ini sangat signifikan," kata Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/8).

Menurut Zulficar, di sejumlah lokasi bahkan ada yang ditemukan sampai sebanyak 90 persen kapal ikan yang ditemukan ternyata di-"markdown".

Alasan dilakukannya markdown, kata dia, karena untuk bobot kapal di bawah 30 gross tonnage tidak harus meminta izin ke pusat tetapi cukup untuk mengurusnya di daerah saja.

Selain itu, lanjut dia, untuk kapal yang dalam izin disebutkan di bawah 30 GT berpeluang memperoleh subsidi BBM. "Dari 12 lokasi yang sudah kita kunjungi, diprediksi sekitar 2.000-an kapal yang markdown," kata Zulficar.

Selanjutnya, kata dia, akan terus dilakukan pengukuran kapal ikan sampai sekitar 30 lokasi.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan KKP memperbaiki mekanisme perizinan kapal tangkap ikan karena tahap perizinan yang ada dinilai cenderung berpotensi disalahgunakan.

"Problem terkait dengan perizinan, antara lain, nelayan kurang paham prosedur pengurusan surat, durasi pengurusan 1 hingga 5 bulan, maraknya calo, dan pungutan liar," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta, Kamis (18/8).

Menurut Abdul Halim, dahulu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjanjikan ada gerai terpadu untuk kapal ikan yang akan melakukan pengukuran bobot terkait dengan perizinan kapal. Akan tetapi, gerai itu dinilai tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Sebagaimana diketahui, sejak Juli 2015 hingga Juli 2016, KKP telah memberikan 265 izin untuk kapal penangkap ikan di perairan Indonesia, dari sebanyak 2.245 izin yang diajukan oleh pemilik kapal.

Alasan penolakan dari mayoritas kapal, antara lain, karena tidak ada alasan, masih perlu dilakukan verifikasi, serta belum memiliki kelengkapan dokumen kapal. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home