Loading...
DUNIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:03 WIB | Jumat, 02 Januari 2015

Menyembuhkan Trauma Anak-Anak Sekolah Pakistan

Seorang tentara berjaga di sekolah di Peshawar, Pakistan, setelah sekolah itu diserang Taliban dan membunuh 132 pelajar serta sembilan staf sekolah pada 16 Desember. (Foto: dok. satuharapan.com/Al Arabiya)

PESHAWAR, SATUHARAPAN.COM – Apakah kondisi psikologis anak-anak bisa sembuh setelah menyaksikan sejumlah aksi kekerasan di usia yang begitu muda?

Pertanyaan itu dikemukakan orang-orang Pakistan terkait dengan serangan brutal Taliban ke sekolah di Peshawar, yang menewaskan 132 anak-anak dan ratusan lainnya terluka.

Trauma psikologis yang dialami oleh sejumlah anak yang lolos dari maut, menjadi perhatian serius dalam masyarakat yang sering menghindari terapi dan konseling.

Taman bermain di Sekolah Umum Angkatan Darat Peshawar itu, telah berubah menjadi tugu peringatan untuk menghormati anak-anak yang menjadi korban serangan.

Ratusan orang Pakistan berada di sana untuk menyalakan lilin, dan berdoa bersama. Namun, trauma yang dialami anak-anak sulit disembuhkan.

Wartawan BBC Saba Eitizaz mengatakan, sebagian anak yang terluka masih dirawat di rumah sakit Lady Reading di Peshawar.

Rumah sakit ini dilengkapi dengan ruang khusus penyembuhan trauma, namun masih kekurangan tenaga medis yang dapat menangani kondisi psikologi anak-anak.

Mereka mengakui bahwa anak-anak itu memiliki rasa trauma yang sangat dalam. Salah seorang dokter menggambarkan kondisi sejumlah anak yang dibawa ke rumah sakit, “Mereka tidak banyak bicara saat dibawa ke sini.” Mereka selalu menjerit dan menangis dalam berbagai situasi, tapi kali ini mereka diam. Mungkin mereka shock,” katanya.

Ahmad Nawaz, 15, masih terbaring di rumah sakit dengan, lengan dan kaki yang diperban.

Orang tua Nawaz menyelamatkan lencana bendera Pakistan di kemejanya, dan dia selalu tersenyum pada para kru media dan sejumlah pengunjung mengerumuninya.

Tapi, tidak seorang pun yang memberi tahu bahwa adiknya tewas terbunuh dalam serangan itu, lalu bibinya menarik lengan saya.

“Bisakah Anda jelaskan pada Ahmad bahwa adiknya mati syahid,” tanyanya. “Kami tidak tahu bagaimana memberi tahu dan berbicara tentang hal ini pada dia.”

Anz Mumtaz, 13, selamat dari serangan Taliban, namun menyaksikan ibunya yang juga seorang guru di sekolah itu meninggal dalam serangan

Ayahnya, Dr Naeem Mumtaz, seorang dokter bedah saat itu sibuk menangani sejumlah korban, dan ia tidak sampai hati menyampaikan kesedihannya.

Ans masih takut, dia berpikir kelompok militant itu masih akan kembali.

Dr Iftikhar Hussein, salah seorang psikolog terkemuka di Peshawar, mengatakan bahwa anak-anak ini menunjukkan tanda-tanda awal post traumatic stress disorder (PTSD).

“ Sejumlah konseling singkat dapat membantu tapi tanpa proses rehabilitasi psikologis jangka panjang, akibatnya bisa berbahaya,” katanya.

“Rasa frustrasi dan agresi mungkin saja terjadi dan dapat menyebabkan perilaku kekerasan dan dalam kasus terburuk, bahkan pembalasan.” (bbc.co.uk)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home