Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 14:38 WIB | Sabtu, 14 Maret 2015

Michelle Tjokrosaputro: Batik Tantangan Saya Berkreasi

Michelle Tjokrosaputro: Batik Tantangan Saya Berkreasi
CEO dan desainer 'bateeq' Michelle Tjokrosaputro. (Foto-foto: facebook)
Michelle Tjokrosaputro: Batik Tantangan Saya Berkreasi
Bateeq di Indonesia Fashion Week 2015 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Centre Jakarta Selatan pada Minggu (1/4).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki ciri khas tertentu di setiap daerah. Keunikan inilah yang membuat UNESCO menetapkan batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2 Oktober 2009.

Menurut wikipedia.org batik merupakan kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain tersebut, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Kata ‘batik’ sendiri berasal dari gabungan bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan titik yang juga memiliki arti titik.

Pada masa lampau, batik banyak dibuat oleh perempuan-perempuan Jawa. Dalam perkembangannya, membatik akhirnya menjadi keterampilan mereka dan eksklusif sebagai mata pencaharian mereka hingga akhirnya ditemukan “Batik Cap” yang akhirnya memungkinkan laki-laki masuk dalam industri batik tersebut.

Biasanya industri batik merupakan industri turun temurun dalam keluarga sehingga suatu keluarga tertentu dapat dikenali dari corak yang mereka pakai.

Batik untuk pertama kalinya diperkenalkan kepada dunia melalui mantan Presiden Soeharto pada saat menghadiri Konferensi PBB.

Batik Identik dengan Kuno?

Sebelum UNESCO menetapkan batik sebagai warisan dunia, ada berbagai macam stigma yang berkembang dalam masyarakat yaitu batik selalu identik dengan kuno dan hanya dikenakan pada saat acara-acara tertentu, seperti pernikahan, acara kenegaraan, atau acara keluarga lainnya.

Melihat fenomena ini, seorang desainer Indonesia Michelle Tjokrosaputro tertantang untuk membuat batik menjadi produk fashion yang modern namun tetap memelihara budaya dan kekhasan Indonesia.

“Saya memilih batik karena saya harus sering memakai batik tetapi merasa tidak cocok dengan batik yang ada di market. I want to wear batik tetapi tetap look fabulous, chic, and modern. Saya mau menjual sesuatu yang unik yang dapat saya banggakan ketika saya menjualnya di toko baik dalam negeri maupun luar negeri,” kata dia kepada satuharapan.com melalui surat elektronik pada Minggu (8/3).

Menurutnya, perkembangan industri batik di Indonesia kini tumbuh sangat pesat. Melihat hal itu, dia tertantang untuk membuat produk fashion batik yang berbeda dari yang lain. Melalui PT Danliris sebagai manufaktur yang mendukung produk dengan merk Bateeq dia mulai berkarya dan mendesain batik menjadi produk fashion yang lebih modern atau dia sebut dengan redefining the batik.

Bateeq yang diluncurkan pada April 2013 lalu kini sudah memiliki 25 toko di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Makassar, Medan, Pekanbaru, Palembang, Batam, Magelang, Solo dan Tangerang.

Berbagai peragaan busana pun sudah diikuti seperti Fashion Nation 2014, Jakarta Fashion Week 2014, Indonesia Fashion Week 2015, dan Plaza Indonesia Fashion Show. Kemudian pada 19 Maret 2015 mendatang, Bateeq diundang untuk mengikuti peragaan busana di New York dalam Jessica Minh Anh Spring Fashion Show.

Dalam pembuatan produk batik ini, Michelle mengaku tidak menggunakan batik tulis melainkan batik printing atau cetak meskipun ada juga beberapa produk seperti cap atau sutra tulis yang dipasarkan olehnya.

“Saya ingin membuat batik lebih terlihat modern bahkan sebisa mungkin orang itu tidak mengira bahwa motif yang kami gunakan adalah motif batik,” kata dia.

Butuh Dukungan Pemerintah untuk Kembangkan Industri Tekstil

Michelle menyatakan bahwa para pelaku industri tekstil sangat membutuhkan dukungan pemerintah dalam mengembangkan perusahaannya sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih bagi negara.

Ada beberapa kesulitan saat ini yang dihadapi oleh pelaku industri tekstil seperti ilegal impor dari Tiongkok, naiknya harga listrik secara signifikan dan kebijakan pemberian upah minimum kota (UMK) yang sering diputuskan hanya karena butuh suara rakyat.

Namun, dia juga menghargai upaya pemerintah dalam kebijakan memakai batik untuk berbagai macam acara termasuk dalam sekolah dan bekerja sangat membantu industri batik secara keseluruhan.

“Kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi atas pembelian mesin dalam rangkat revitalisasi mesin tekstil yang sudah tua juga sangat membantu bagi pabrik-pabrik tekstil,” kata dia.

Terkait dengan UMK, dia berharap pemerintah dapat menjadi mediator dan pengambil kebijakan yang bijaksana bukannya sebagai pencitraan semata saja. Selain itu, undang-undang tenaga kerja juga harus ditinjau kembali dengan adil dan bijaksana antara pelaku usaha dan karyawan.

“Kami juga mengharapkan pemerintah dapat menstabilkan kenaikan listrik, memperbaiki infrastruktur jalan, pelabuhan maupun bandara agar proses ekspor tidak terhambat dan mahal,” kata dia menutup surel tersebut.

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home