Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 17:03 WIB | Kamis, 20 Maret 2014

Mungkinkah Pemilu Yang Bebas Pelanggaran?

Poster di paku di pohon; perilaku yang tak bisa diteladani dari para calon legislator. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyebutkan ada tujuh stasiun televisi dan empat partai politik yang melanggar aturan kampanye. Dan tampaknya kepemilikan stasiun televisi itu sebagian terkait dengan kepemimpinan di parpol yang bersangkutan.

Pelanggaran ini hanya sebagian berbagai pelanggaran yang terjadi terkait pemilihan umum parlemen yang dalam tahap kampanye. Hal ini belum dilihat berkaitan dengan pelanggaran kampanye di media cetak, media online, dan radio, serta pemasangan spanduk di tempat yang dilarang.

Tentang pelanggaran itu, juga belum diketahui apa yang akan dilakukan oleh para komisioner. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga tidak ada tanda-tanda berupaya secara tegas menegakkan aturan, khususnya menindak pelanggaran.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyebutkan ada sejumlah parpol yang dibatalkan dalam pemilihan umum kali ini di beberapa daerah, karena masalah laporan keuangan kampanye yang tidak beres. Namun sejauh ini juga belum ada ketegasan bagaimana keputusan itu dilaksanakan.

Sementara itu, partai politik, dan para calon anggota legislatif, serta calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) masih ada yang melanggar aturan kampanye. Masih ditemukan spanduk di tempat yang dilarang, bahkan dipakukan pada batang pohon.

Dalam kampanye, masih juga dijumpai ada peserta yang membawa anak-anak. Juga masih ada laporan membagi-bagikan uang yang pada dasarnya adalah praktik politik uang yang oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebutkan sebagai haram.

Permisif pada Pelanggaran

Hal itu, tampaknya hal biasa, terjadi dari pemilu ke pemilu, bahkan para peserta pemilu, individu atau organisasi, terlihat suka bermain dengan bertindak “tricky”; melanggar aturan dan dengan ringan menyampaikan alasan untuk mengelak.

Kecenderungan untuk melanggar aturan terlihat sangat kuat dan diangap biasa. “Curi start” dengan kampanye lebih awal sudah terlihat jauh-jauh sebelum masa kampanye dimulai. Mendompleng acara untuk kepentingan kampanye merupakan cara yang mudah dikenali.

Belakangan ini sudah banyak yang mewaspadai akan kembali muncul modus “serangan fajar” membeli suara menjelang waktu pemungutan suara di TPS (tempat pemungutan suara). Begitu banyaknya upaya melanggar, sampai di media sosial banyak peringatan tentang kemungkinan kecurangan.

Salah satu yang dipredisi adalah politik uang di mana pemilih akan memotret kertas suara setelah mencoblos pilihannya. Foto ini akan digunakan sebagai bukti untuk mendapatkan sejumlah uang dari caleg yang namanya dicoblos. Dan mengambil foto akan menjadi hal mudah, karena kamera nyaris dimiliki oleh banyak orang yang mempunyai telepon selular.

Jika ini terjadi akan menjadi modus yang melanggar prinsip dalam pemilihan umum, yaitu prinsip rahasia. Pemilu disebutkan berasas Luber (langsung, umum, bebas dan rahasia), namun jika hal ini terjadi akan menjadi cacat. Namun demikian diharapkan hal itu tidak terjadi.

Cenderung Melanggar

Yang menjadi masalah adalah mengapa terjadi begitu banyak upaya, waktu dan pikiran justru tertuju pada pelanggaran, dan bukannya setia dengan hukum dan aturan. Bahkan perilaku yang melanggar aturan dilakukan dengan begitu mudah, dan cenderung merata.

Pemilihan kali ini adalah pemilihan legislatif, pemilihan untuk calon anggota lembaga yang mengemban mandat menyusun aturan dan undang-undang. Namun yang banyak disaksikan adalah figur atau organisasi yang dengan ringan melanggar aturan, dan tidak malu melanggar aturan.

Sudah bisa dibayangkan peraturan semacam apa yang akan dibuat oleh orang-orang yang kurang peduli dengan pelanggaran aturan. Semestinya selama masa kampanye atau masa para caleg mengambil perhatian calon pemilih, yang tampil adalah demonstrasi pribadi dan organisasi yang paling taat aturan. Bukan sebaliknya.

Masa kampanye baru beberapa hari, dan masih berlangsung, sebelum hari pemungutan suara pada 9 April datang. Ini adalah waktu yang bisa berharga untuk menampilkan diri sebagai calon legislator yang taat aturan. Jika tidak, pesimistis akan terus menggerus partisipasi pemilih.

Masyarakat makin bersikap kritis untuk menentukan pilihan, bahkan untuk memutuskan mendatangi TPS. Itu berarti rakyat merindukan pemilihan umum yang mencerminkan ketaatan pada aturan dan hukum, karena yang dipilih adalah orang-orang yang diberi mandat membuat hukum dan aturan.

Dan tampaknya hal ini bukanlah sebuah alternatif yang bisa diambil atau ditinggalkan, tetapi keniscayaan. Kecuali kita membiarkan pemilihan umum ini hanya akan menjadi semacam opera sabun politik yang mahal di atas panggung atau layar kaca yang jauh dari realitas kehidupan rakyat.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home