Loading...
ANALISIS
Penulis: Trisno S Sutanto 00:00 WIB | Minggu, 27 Desember 2015

Natal Terakhir?

Paus saat berkhotbah. Foto-foto: BBC.com

Vatikan, Satuharapan.com – Anda merayakan Natal tahun ini? Bagus. Sebab, mungkin, tahun ini merupakan perayaan Natal terakhir. Bukan karena digeruduk FPI atau dilarang, seperti di Brunei dan Somalia, oleh para pemimpin politik mereka.

Bukan pula karena aturan absurd seperti di Aceh Singkil. Pemda di sana menghimbau agar umat Kristen merayakan Natal “di rumah ibadat yang sudah ada izinnya” dan tidak memakai rumah ibadat yang sudah dibongkar. Bahkan kalau di rumah pribadi juga boleh, asal hanya untuk penghuni rumah itu. “Maksudnya, kalau seandainya di rumah, tapi dalam jumlah besar, di luar anggota keluarga itu, itu kan berarti harus sesuai ketentuannya yang diatur di sana. Jadi kalau (diadakan) di rumah, berarti hanya untuk orang (penghuni) rumah yang bersangkutan, kalau nanti mengundang (orang), kan skalanya banyak lagi. Nah itu kan ada kesepakatannya di sana,” ujar Frans Dellian, Kepala Humas Pemprov Aceh, sebagaimana diberitakan BBC Indonesia.

Terntu saja itu aturan yang absurd. Sebab gereja yang sudah berijin pun dibongkar beberapa waktu lalu sehingga membuat umat Kristen di Aceh Singkil kesulitan beribadah, apalagi merayakan Natal. Sementara, kalau di rumah dan hanya untuk orang rumah, maka itu berarti pemerintah di sana perlu sweeping untuk memastikan siapa yang ikut ibadah Natal. Sebuah tindakan yang sungguh absurd!

Tapi itu soal lain. Kali ini wanti-wanti itu, bahwa perayaan Natal tahun ini mungkin yang terakhir akan kita rayakan, datang dari sumber yang sangat otoritatif: Paus Fransiskus! Dalam khotbahnya minggu lalu di halaman St. Petrus, Vatikan, Paus yang baru saja berulangtahun ke-79 berkata kepada khalayak ramai, bahwa mungkin perayaan Natal kali ini yang terakhir. “Sementara dunia kelaparan, menderita, dan makin jatuh ke dalam kekacauan, kita harus menyadari bahwa perayaan Natal kali ini bagi mereka yang memilih untuk merayakannya mungkin akan menjadi perayaan Natal terakhir,” ujar Paus Fransiskus.

Sudah tentu pernyataan Paus tersebut mengundang banyak tanda tanya. Dan menjadi viral di banyak berita, mulai dari youtube sampai sumber-sumber berita daring (online) lainnya yang penuh spekulasi, dan bergema termasuk di Indonesia. Ada banyak pertanyaan muncul, juga keraguan bahwa berita tersebut adalah hasil pelintiran media demi sensasi. Soalnya, hampir seluruh berita daring yang mengedarkan pernyataan Paus tersebut reputasinya diragukan, sedang sumber berita resmi Vatikan tidak menyebut apa-apa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Paus mencium kaki kanak-kanak Yesus dalam Misa Malam Natal

Tetapi mungkin menarik untuk sejenak melupakan apakah berita itu memang hasil pelintiran media, atau memang sungguh-sungguh pernyataan Paus. Jika memang benar itu pernyataan Paus, apa yang dimaksud? Apakah ini semacam “visi apokaliptik”, desas-desus tentang “akhir zaman” yang katanya sudah makin mendekat, seperti disebut dalam berbagai berita?

Beberapa pernyataan Paus terakhir memang tajam dan kerap membuat orang terbelalak. Misalnya, saat memberi khotbah misa di Casa Santa Maria awal Desember lalu, Paus menyebut bahwa dunia sesungguhnya sudah memasuki Perang Dunia III, sehingga di tengah situasi seperti itu perayaan Natal tidak lebih dari “sandiwara” belaka.

“Apa yang tersisa dari perang ini, di mana kita hidup di tengahnya? Apa yang tersisa? Hanya reruntuhan, ribuan anak tanpa pendidikan, korban-korban tak bersalah, dan uang yang makin besar di tangan para penjual senjata,” kata Paus tajam. “Kita seharusnya memohon rahmat untuk meratapi dunia ini yang tidak paham jalan menuju perdamaian. Meratapi mereka yang hidup untuk perang, dan mereka yang sinis dan tidak memahaminya.”

“Sampai jalan menuju perdamaian diakui, kita harus meratapi korban-korban tak bersalah yang berjatuhan setiap hari, dan meminta pengampunan dari Allah,” lanjutnya. “Seperti Yesus dan Allah meratapi mereka, saya juga meratapinya.”

Terasa ada nada kemarahan dan ketidaksabaran yang makin memuncak dalam khotbah Paus Fransiskus melihat bagaimana dunia berjalan menuju kehancuran, walau sembari merayakan Natal! Apa yang disebut Natal di situ hanyalah sekadar “sandiwara”, saat sejenak orang berbagi kasih, kado, senyuman, bahkan pelukan…untuk nanti dilupakan lagi, dan kembali pada rutinitas hidup menuju kehancuran. Bahkan perayaan Natal – yang kebetulan jatuh dekat dengan akhir tahun – menjadi saat di mana orang memuaskan nafsu belanja habis-habisan!

Saya sendiri menduga, berita tentang “nubuatan Paus” mengenai Natal terakhir merupakan hasil pelintiran media. Buktinya, Paus memimpin misa malam Natal lalu di Basilika Gereja St. Petrus di depan sekitar 10.000 umat yang memadati lapangan. Dalam khotbahnya, seperti dilaporkan BBC Indonesia, lagi-lagi Paus mengkritik cara hidup sekarang yang terobsesi dengan “konsumerisme dan hedonisme, kekayaan dan pemborosan”. Itulah cara hidup yang dijalani sebagian besar orang yang membuat Natal sungguh sekadar “sandiwara” belaka.

Kadang saya berandai-andai, bila tahun depan Paus Fransiskus memutuskan untuk tidak lagi merayakan Natal, reaksi apa yang kira-kira muncul. Saya sendiri akan mendukungnya. Tokh Gereja perdana tidak pernah merayakannya. Perayaan Natal pertama yang tercatat dalam sejarah baru berlangsung sekitar tahun 336 Masehi. Jadi, nggak ada salahnya kan kalau tidak merayakan Natal sekarang? Apalagi jika perayaan itu hanya tinggal “sandiwara”.

Kalau Anda sendiri bagaimana?

 

Penulis adalah Koordinator Penelitian Biro Litbang-PGI, Jakarta.

Editor : Trisno S Sutanto


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home