Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 19:41 WIB | Senin, 06 Maret 2017

Noke Kiroyan: Meminta Freeport Divestasi 51 % Tak Realistis

Mantan Direktur Utama PT Kaltim Prima Coal dan PT Newmont Pacific Nusantara, Noke Kiroyan (Foto: Eben E. Siadari)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia dinilai tidak realistis meminta Freeport McMoran Inc melakukan divestasi 51 persen saham atas tambang tembaga dan emas di Papua yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pengganti Kontrak karya (KK).

Divestasi 51 persen saham otomatis akan melepaskan kendali perusahaan dari Freeport. Padahal, setiap pebisnis ingin mendapatkan kepastian untuk mengontrol bisnis yang dijalankannya.

"Mana orang mau menanamkan uang miliaran dolar tanpa kepastian dia bisa mengontrol operasinya?," kata mantan Direktur Utama PT Kaltim Prima Coal dan PT Newmont Pacific Nusantara, Noke Kiroyan, dalam wawancara singkat dengan satuharapan.com, hari ini (6/3).

Menurut dia,  tidak hanya Freeport, perusahaan sebesar apa pun akan mengambil pinjaman dari bank untuk melakukan investasi.

"Nah, bank mana yang mau memberikan pinjaman kalau kliennya akan kehilangan kemampuan mengontrol asetnya?," tanya Noke yang bepengalaman puluhan tahun berinteraksi dengan investor multinasional. Noke kini adalah presiden Indonesia-Australia Business Council (IABC) dan penasihat Australia-Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG).

Pekan lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Igantius Jonan, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mundur dari aturan baru pemerintah yang mewajibkan Freeport-McMoran melakukan divestasi saham mayoritas di PT Freeport Indonesia

Selain mengharuskan divestasi 51 persen saham, aturan baru tersebut mewajibkan Freeport Indonesia mengubah Kontrak Karya tahun 1991 menjadi IUPK sebagai syarat melanjutkan ekspor konsentrat tembaga. Aturan baru juga mengharuskan Freeport membayar pajak lebih besar dan membangun smelter tembaga kedua.

Dalam wawancara dengan Reuters, Jonan mengatakan pemerintah bersedia "duduk dan memiliki solusi yang lebih menguntungkan  kedua belah pihak."

Namun, kata dia, divestasi "51 persen adalah wajib."

"Freeport telah di sini selama 50 tahun," katanya, "melakukan bisnis di tanah Indonesia."

Jonan juga menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengusulkan agar Freeport terus mengoperasikan tambang Grasberg di Papua dan dana pensiun milik negara akan memberikan pembiayaan untuk akuisisi divestasi tersebut.

"Pemerintah akan menjadi mitra pasif," kata dia.

Namun, Noke Kiroyan menilai permintaan pemerintah tidak realistis baik mengenai divestasi maupun soal pajak.  "Pajak kan ada ketentuannya, penghasilan lebih besar, pajak lebih besar juga," tutur dia.

Menurut Noke, pilihan terbaik adalah negosiasi dengan Freeport dengan  baik dan tegas tapi tetap memperhatikan norma-norma internasional.

"Masalahnya tidak rumit. Pemerintah melakukan tindakan sepihak dan Freeport tidak paham kultur Indonesia," tutur dia.

Meskipun demikian, Noke Kiroyan juga mengingatkan bahwa pernyataan yang disampaikan Freeport untuk membawa ke arbitrase internasional adalah serius dan dapat menjadi kenyataan bila tidak ditemukan solusi yang dapat diterima kedua belah pihak.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home