Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 09:30 WIB | Sabtu, 06 Juni 2015

Nyambung dengan Allah

Kita perlu secara berkala menyetem diri kita agar tidak sumbang--nada kita selaras dengan nada Allah.
Adam dan Hawa Diusir dari Taman Eden (foto: ymindrasmoro)

SATU HARAPAN.COM – ”Ia kerasukan Beelzebul” (Mrk. 3:22).  Demikianlah fatwa ahli Taurat yang datang dari Yerusalem. Mereka menganggap Yesus tengah kerasukan Setan. Bahkan dengan wewenang yang dimiliki, mereka menyatakan bahwa Sang Guru sudah tidak waras. Pernyataan-pernyataan itulah yang sampai ke telinga keluarga besar Yesus.

Bisa jadi, keluarga Yesus pun bingung dengan sepak terjang Yesus. Sebagai guru, Yesus sungguh berbeda dibandingkan guru lainnya. Bahkan, Yesus sering mengkritik tingkah laku mereka. Mungkin juga sanak keluarga Yesus sedih mendengar anggapan bahwa salah seorang anggota keluarga besar mereka dianggap tidak waras; bahkan menjadi antek Setan.

Kenyataan itulah yang membuat mereka menyuruh Yesus pulang. Mereka, mungkin karena malu, ingin ”menyelamatkan” Yesus, mungkin juga ingin memperingatkan Yesus. Pada titik ini, keluarga besar agaknya telah termakan gosip. Yang namanya gosip, makin digosok makin sip.

Pada titik ini pula, perkataan Yesus menjadi relevan bahwa ”Siapa saja yang melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan dan ibu-Ku” (Mrk 3:35). Di sini Yesus hendak menyatakan bahwa yang utama dalam hidup manusia ialah melakukan kehendak Allah. Manusia tentu perlu memerhatikan apa kata orang, tetapi yang paling penting ialah memerhatikan dan melakukan apa kata Tuhan.

Setiap orang adalah abdulah—hamba Allah. Mana ada hamba yang tidak menuruti kata tuannya? Yesus menegaskan bahwa melakukan kehendak Allah merupakan hal yang penting dalam hidup manusia. Mengapa? Karena Allah, Sang Pencipta manusia, pasti tahu yang terbaik untuk manusia.

Sejatinya, itu pula tujuan utama Allah ketika memberikan aturan kepada Adam dan Hawa. Allah memberikan aturan bukan untuk mengekang manusia. Tidak. Peraturan diberikan agar manusia tetap hidup. Perhatikan aturan ini: ”Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: ’Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’” (Kej. 2:16-17).

Ada perbandingan antara ”semua pohon” dan ”satu pohon”. Kalau ada sejuta pohon dalam Taman itu, maka yang tidak boleh dimakan hanya satu per sejuta atau 0,0001 persen. Allah ingin manusia hidup dengan yang semua itu dan tidak ingin manusia binasa dengan yang satu itu. Aturan itu dibuat demi kehidupan manusia. Persoalannya, manusia ternyata lebih suka dengan yang satu itu. Dan hasilnya: kematian. Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden.

Agar terhindar dari kematian kekal, umat percaya masa kini perlu belajar meminta Allah memperbarui manusia batiniah kita (lih. 2Kor. 4:16). Sebagaimana gitar, kita perlu secara berkala menyetem diri kita agar tidak sumbang—agar nada kita selaras dengan nada Allah. Dan hanya dengan begitulah, kita bisa terus nyambung dengan Allah—sungguh-sungguh tahu dan hidup dalam kehendak-Nya.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home