Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 19:03 WIB | Senin, 14 Desember 2015

OHCHR Sambut Baik Mongolia Hapus Hukuman Mati

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Ra'ad Al Hussein. (Foto: un.org).

PHNOM PENH, SATUHARAPAN.COM – Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR/ Office Of The High Commissioner For Human Rights), Zeid Ra'ad Al Hussein, memuji langkah  Mongolia yang menghapus hukuman mati baru-baru ini sebagai langkah awal dalam memperjuangkan hak asasi manusia.

“Perkembangan ini sangat menggembirakan karena ini merupakan contoh yang jelas dari kemajuan positif dalam perjuangan hak asasi manusia untuk semua, termasuk orang yang dihukum mati karena melakukan kejahatan yang mengerikan,” kata Zeid dalam sebuah pernyataan seperti diberitakan situs resmi PBB hari Sabtu (12/12).

Zeid menambahkan dengan penghapusan hukuman mati berarti kita tidak akan melihat pembunuhan dengan cara yang mengerikan. 

“Saat ini sudah banyak cara yang mengerikan, seolah-olah dunia ini kehilangan rasa kemanusiaan,” Zeid menambahkan.

Menurut Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR),  Mongolia  menjadi negara ke-105 yang menghapuskan hukuman mati dalam aturan hukum dan perundang-undangan.  60 Negara lainnya memiliki moratorium, atau belum melakukan eksekusi dalam 10 tahun terakhir, menurut keterangan resmi OHCHR.

Beberapa waktu lalu,  Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan dengan tegas dia tidak akan pernah berhenti mengeluarkan seruan penghentian  hukuman mati kemanapun juga.

“Penelitian telah membuktikan bahwa mereka yang miskin, kondisi ketimpangan sosial, dan atau minoritas berada pada risiko tinggi menerima hukuman mati , terlepas dari bersalah atau tidak bersalah,” kata Ban saat memberi kata sambutan pada peluncuran buku, Moving Away from the Death Penalty: Arguments, Trends and Perspectives oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, di Toko Buku PBB di New York.

Ban menegaskan saat ini banyak dokumen yang menyajikan data tentang ketidakadilan akibat hukuman mati.

“Tapi banyak negara yang tidak berani mengungkapkan alasan  yang  sesuai  bahwa hukuman mati dihapuskan,” kata dia, kala itu. 

Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Hak Asasi Manusia, Ivan Simonovic pernah mengungkapkan bahwa  pada tahun 1975, sekitar 97 persen dari negara-negara yang melaksanakan hukuman mati terhadap penjahat, tetapi pada tahun 2015, jumlah tersebut telah berkurang menjadi hanya 27 persen dari negara-negara yang menjatuhkan hukuman mati.

Simonovic menjelaskan  buku Moving Away from the Death Penalty: Arguments, Trends and Perspectives  adalah buku yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan tren hukuman mati.

“Walaupun ada penurunan jumlah eksekusi didokumentasikan, ada kemungkinan beberapa eksekusi yang dilakukan yang tidak terdaftar atau dilaporkan secara akurat,” kata Simonovic.

 Simonovic mengatakan bahwa pada tahun 2014, sempat terjadi peningkatan persen 28 per jumlah orang dihukum mati.

“Kami kecewa, karena angka tersebut meningkat  karena banyak negara menggunakan  hukuman mati untuk mencegah terorisme atau pelanggaran narkoba terkait,” dia menambahkan.

Simonovic mengatakan  tantangan terbesar dari hukuman mati adalah tidak adanya manfaat atau perbaikan bahkan setelah orang tersebut ditemukan tidak bersalah setelah eksekusi.

Selain itu, Simonovic mengatakan bahwa menurut beberapa penelitian, tidak ada efek jera yang meyakinkan di setiap tindak kejahatan, bila hukuman mati telah diberlakukan maka kejahatan tersebutu akan langsung otomatis berhenti.

“Namun, ada bukti yang meyakinkan bahwa ada korelasi antara korban hukuman mati dan diskriminasi perlakukan yang diterima keluarga korban,” dia mengakhiri penjelasannya. (un.org).

Ikuti berita kami di Facebook

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home