Opini: Gereja harus Bicara atas Deklarasi Merdeka Catalonia
MADRID, SATUHARAPAN.COM - Gereja Katolik diminta untuk tidak diam atas apa yang terjadi di Catalonia setelah deklarasi merdeka oleh parlemen wilayah tersebut pekan lalu yang berujung pada penggulingan pemerintahannya dan pengambilalihan pemerintahan oleh Spanyol.
Hal ini dikatakan oleh Alexander Lucie-Smith, seorang imam Katolik penyandang gelar doktor di bidang Teologi Moral, dalam sebuah tulisan opininya di Catholic Herald, (01/11).
Menurut dia, Gereja Katolik selama ini banyak mengemukakan sikap dan pandangan tentang berbagai hal, termasuk yang tidak memiliki hubungan langsung dengan masalah iman. Oleh karena itu, kata dia, bisa sedikit memalukan ketika sesuatu yang besar muncul (masalah Catalonia, Red) dan ternyata Gereja merasa sulit untuk merumuskan sebuah posisi.
Deklarasi kemerdekaan Catalonia, tutur dia, berlangsung ketika Vatikan mengadakan sebuah konferensi mengenai masa depan Eropa. Namun, Catalonia tidak disebutkan di konferensi tersebut, dan mereka yang mengajukan pertanyaan tentang situasi Catalonia diredam.
Lucie-Smith mencatat bahwa para uskup Spanyol memang telah berbicara tentang Catalonia, namun hanya dalam istilah yang paling umum, dengan menggunakan bahasa yang tidak mungkin dikecam oleh siapa pun, dan pada saat yang sama hanya sangat sedikit hal yang konkret yang disampaikan.
Di sisi lain, lanjut dia, beberapa kelompok awam di Catalonia cukup berterus terang, menempatkan diri mereka dengan jelas di pihak mereka yang menginginkan kemerdekaan, dan dengan demikian menentang posisi pemerintah Spanyol. "Mereka jujur ââdan jelas, tapi sekaligus memecah belah. Dan memecah belah adalah satu hal yang tidak diinginkan oleh para uskup," tulis Lucie-Smith, dalam tulisan yang berjudul Catalonia crisis: the Church needs to speak out – and fast.
Walaupun demikian, kata dia, Gereja memang harus mengatakan sesuatu tentang situasi Catalonia. Alasan pertama, karena bila tidak mengatakan apapun karena takut menyinggung satu sisi atau sisi lain, akan tampak seperti pengecut, dan akan menyebabkan Gereja kehilangan kredibilitasnya.
Alasan kedua, banyak orang beriman bisa jadi bingung, dan mungkin menginginkan bimbingan dari imam mereka. Imam mereka diwajibkan untuk memberikannya kepada mereka.
Satu hal yang seharusnya cukup mudah dilakukan, kata dia, adalah beberapa asumsi berbasis teologis, yang dapat membantu orang yang ragu dalam dalam situasi ini.
Lucie-Smith mengatakan, jika hal itu ditanyakan kepadanya, ia akan memberikan pendapat sebagai berikut.
Pertama, jika ada mayoritas yang menginginkan kemerdekaan di Catalonia - dan ini benar-benar harus menjadi mayoritas yang nyata, dinyatakan dalam sebuah referendum yang legal dan transparan - maka, mengingat bahwa pemerintah pusat tidak dapat, baik secara praktis atau moral, terus memerintah Catalonia melawan keinginan mereka, pemerintah Spanyol harus mengakui kemerdekaan Catalonia. Pemerintah terikat pada kesepakatan. Jadi masalah sebenarnya di sini adalah matematis: berapa persentase orang Catalonia yang menginginkan kemerdekaan, dan bagaimana persentase itu akan diukur?
Hal kedua adalah ini: haruskah seseorang yang rasional memilih kemerdekaan untuk Catalonia? Di sini Gereja dapat dengan mudah menunjukkan kepada masyarakat bahwa Catalonia telah menikmati keuntungan menjadi bagian dari Spanyol (dan Uni Eropa) seiring dengan tingkat otonomi yang besar. Mereka telah mendapatkan kuenya dan menikmatinya. Selain itu, Gereja dapat menunjukkan bahwa kemerdekaan tidak otomatis sesuai dengan keadaan "saling ketergantungan" saat ini, dan bahwa status quo mungkin jauh lebih sesuai dengan kebaikan bersama daripada kemerdekaan. Dengan kata lain, masa depan Catalonia seharusnya tidak dipertimbangkan tanpa mengacu pada kebaikan seluruh Spanyol.
Akhirnya, Gereja, sebagai rumah ingatan kolektif, harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa sejarah Catalonia mungkin lebih bernuansa daripada banyak yang dibayangkan selama ini. Era Jenderal Franco hanya satu masa, dan yang relatif singkat pada saat itu. Catalonia telah makmur di masa lalu sebagai bagian dari Kerajaan Aragon, dan kemudian sebagai bagian dari Kerajaan Spanyol. Sejak restorasi demokrasi, Catalonia telah banyak berkembang. Identitas Spanyol pada Catalonia, yang sangat disukai banyak orang, tidak perlu dihilangkan.
"Posisi saya sendiri tentang kemerdekaan Catalonia adalah salah satu netralitas. Gereja di Spanyol dan tempat lain bisa menggunakan sikap yang sama, dan menghindari turun ke dalam argumen sektarian. Tapi pada saat yang sama, ada kewajiban untuk mengajak orang untuk memikirkan dengan hati-hati masalah yang dipertaruhkan. Percakapan yang beralasan tentang masa depan Catalonia pada saat ini sangat diinginkan."
Editor : Eben E. Siadari
Pep Guardiola Balas Ejekan Fans Liverpool dengan Enam Trofi ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pelatih Manchester City Pep Guardiola mengingatkan para penggemar Liverpo...