Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Endang Saputra 18:28 WIB | Sabtu, 19 Desember 2015

Orang Rimba Harapkan Konflik Diselesaikan Secara Hukum

Ilustrasi.Masyarakat Adat Yanomami di Brazil. (Foto: Dok.satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komunitas masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12 Jambi mengharapkan perdamaian antara Orang Rimba dan warga Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, pascakonflik tidak menutup proses hukum yang berlaku.

Terkait dengan rekonsiliasi dan perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berkonflik, tentu saja kami menyambut baik hal ini, kata Ketua Kelompok Makekal Bersatu (KMB) Mijak Tampung melalui siaran persnya di Jakarta, hari  Sabtu (19/12).

Ia menegaskan bahwa perdamaian adalah sebuah tindakan yang baik untuk menghentikan konflik yang terjadi. Akan tetapi, prosesnya jangan sampai menutup proses hukum yang berlaku

Mijak Tampung menambahkan bahwa mereka yang bersalah harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, baik itu hukum adat Orang Rimba maupun hukum yang berlaku di negara ini.

Mereka yang meludah dan melecehkan Orang Singkut, mereka yang menyerang, membakar rumah, sepeda motor, dan harta benda Orang Singkut. Demikian pula, orang Singkut yang melakukan penembakan hingga menimbulkan korban jiwa, semuanya harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kelompok Makekal Bersatu berharap kejadian konflik itu tidak terjadi lagi di kemudian hari. "Harapan kami Orang Rimba di mana pun berada dapat hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar secara harmonis," katanya.

Pertikaian memang bukan pertama kalinya terjadi di Merangin, hampir setiap tahun terjadi dan sering kali menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil. Hal ini terjadi karena terbatasnya informasi antara masyarakat desa dan orang Singkut. Dengan banyaknya konflik yang terjadi, relatif banyak orang beranggapan Orang Rimba semuanya jahat.

Orang Singkut adalah sebutan dari Orang Rimba Bukit 12 untuk Suku Anak Dalam yang tinggal di sepanjang jalur lintas Sumatra dari Jambi ke arah Sumatera Barat juga Sumatera Selatan, mereka dahulu berasal dari Singkut, wilayah di Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Ketika hutan mereka sudah habis dirampas untuk keperluan program transmigrasi dan perkebunan sawit, Orang Singkut tinggal berpindah-pindah tempat di sepanjang lintas Sumatra (nomaden).

Untuk bertahan hidup mereka berburu babi dan binatang buruan lainnya, mengumpulkan buah-buah sawit yang tercecer dan kerja-kerja lainnya yang mereka sanggup mengerjakannya.

Hubungan antara Orang Rimba Bukit 12 dan Orang Singkut hanya sekadar perkenalan biasa saja, berbeda dengan Orang Rimba Bukit 12 yang mendiami Taman Nasional Bukit 12 seluas 60.500 hektare, hubungan di antara mereka ada ikatan darah walaupun tinggal dengan jarak yang jauh, bahkan hingga ratusan kilometer.

Pandangan masyarakat umum selalu menyamaratakan seluruh Orang Rimba dengan sebutan Suku Anak Dalam, atau bahkan kerap disebut dengan sebutan yang lebih merendahkan, Orang Kubu, bahwa Suku Anak Dalam itu tidak beradab, kotor, dan kafir.

"Tentu saja ini sebuah kesalahan besar yang terus-menerus disebarluaskan. Untuk Orang Rimba Bukit 12 sendiri saja, terdapat banyak sekali kelompok dengan sebutan yang berbeda, sebagai contoh ada Orang Makekal, Orang Kejasung, dan Orang Terap," katanya.

Yang lebih menyedihkan lagi, lanjut dia, penyamarataan ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat umum, tetapi oleh media massa. Dalam pemberitaannya juga melakukan kesalahan yang sama.

Kekhawatiran masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12 jika ada pihak masyarakat sekitar Jambi yang terlibat konflik dengan Suku Anak Dalam (SAD), tidak pandang bulu, menyamaratakan Orang Rimba atau SAD.

Mereka yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa menjadi sasaran serang karena disamaratakan sebagai Suku Anak Dalam. Tentu saja hal ini akan memperumit masalah dan makin menambah luas wilayah konflik.

Pemerintah Jambi, kata dia, sebaiknya mengimbau di mana titik-titik konflik yang kerap terjadi dan menindak dengan tegas siapa pemicu konflik tersebut.

"Orang Rimba Bukit 12 hidup di tengah hutan bukit dua belas, menjalankan adat istiadat dan keyakinannya," katanya.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home