Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 01:43 WIB | Rabu, 12 Maret 2014

Patriarki Politik Hambat Kiprah Perempuan

Eva Kusuma Sundari, salah satu anggota DPR yang cukup berkiprah di Parlemen. (Foto: Antara)

SLEMAN, SATUHARAPAN.COM - Pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Arie Sujito menilai kultur patriarki dalam politik menjadi salah satu penghambat kiprah kaum perempuan di parlemen.

"Kultur patriarki ini harus dirombak, karena menghambat kuota perempuan di parlemen," katanya di Yogyakarta, Selasa (11/3).

Menurut dia, sejak kebijakan `afirmatif action` (kebijakan untuk mendorong kelompok tertentu) dalam pemilu, dorongan agar perempuan aktif dan berkesempatan dalam memegang kekuasaan semakin meningkat.

"Kuota ini telah melahirkan harapan baru agar perempuan dapat posisi strategis," katanya.

Ia mengatakan memang ada sjumlah bukti perempuan mewarnai komposisi parlemen di lokal maupun nasional, namun demikian tantangannya masih berat.

"Di satu sisi kultur patriarki dalam politik masih dominan, sekalipun secara formal ada formasi. Bahkan hambatan serius bersumber karena parpol belum mereformasi dirinya untuk membangun kultur demokratis," katanya.

Ia mengatakan `afirmatif` hanya berhenti pada formalitas, dan hanya dijadikan siasat penguasa parpol untuk memenuhi undang-undang pemilu.

"Apalagi sejak politik biaya tinggi perempuan yang minimal dan terbatas memegang alat produksi makin tersisih, mereka yg berduit yang menang atau kalaupun perempuan, masih terjebak sekadar populer," katanya.

Tantangan serius yang perlu dipikirkan, kata dia, adalah membangun kultur politik egaliter dan sadar keadilan gender.

"Meresformasi parpol agar tidak oligarkhi dan membanhun orientasi keadilan dengan mendukung politisi yang baik dan cerdas bukan karena uang," katanya.

Ia mengatakan, selebihnya perempuan juga harus tertantang meningkatkan kualitas SDM-nya untuk menjadi petarung tangguh dalam politik.

"Bagaimanapun juga perempuan harus mampu menampilkan dirinya sebagai politisi alternatif, kritis dan berdaya. Politisi perempuan jgn terjebak pada komodifikasi gaya politik royal dengan pencitraan yang mahal,
Apalagi hal itu rawan korupsi," katanya.

Kesempatan politik untuk tampil di pemilu, kata dia, harus didasari misi besar membangun politik bersih adil gender agar demokrasi kian bermakna dan meningkat kualitasnya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home