Loading...
RELIGI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 18:37 WIB | Jumat, 09 Desember 2016

Paus Fransiskus: Tetap Tersenyum Walau Hidup Terasa Berat

Paus Fransiskus. (Foto: CNA)

VATIKAN, SATUHARAPAN.COM – Bagi Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik dunia, salah satu elemen yang paling dibutuhkan di era modern saat ini adalah pengharapan. Pengharapan adalah sesuatu yang tidak boleh diabaikan meskipun hidup terasa berat. Dan yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah tersenyum.

Mengacu pada ‘saat dramatis’ ketika bangsa Israel ada di padang gurun, Paus Fransiskus mengatakan pada hari Rabu (7/12), bahwa saat-saat ini adalah masa yang sangat sulit karena mereka kehilangan segalanya, merasa terabaikan dan tanpa pengharapan.

Padang gurun adalah tempat yang sulit untuk hidup, kata dia, tapi firman Tuhan mengatakan justru dibalik panasnya padang gurun, orang Israel mampu berjalan daripada berbalik kembali ke Mesir. “Tidak hanya kembali ke tanah kelahiran mereka, tapi kembali pada Tuhan, berharap dan tersenyum kembali.”

“Ketika kita berada di kegelapan dan kesulitan, mungkin kita tidak akan bisa tersenyum, tapi percayalah masih ada harapan yang akan mengajarkan kita untuk tersenyum dan mencari Tuhan,” kata Paus. Dia mencatat ciri-ciri orang yang jauh dari Tuhan adalah “tidak pernah tersenyum. Senyum harapan untuk menemukan Tuhan.”

Mungkin orang-orang ini tahu bagaimana caranya tertawa atau bercanda, tapi mereka lupa tersenyum yang mampu membuat hati Tuhan luluh, kata Paus.

Hidup, kata dia, ada kalanya terasa di padang gurun, sulit untuk menjalaninya, tapi kita harus percaya bahwa jalan yang sudah Tuhan sediakan itu indah dan lebar seperti jalan tol.

“Sudah cukup berputus asa, tetaplah percaya. Selalu. Dalam segala hal,” kata dia yang juga mengingatkan bahwa seringkali saat kita bertemu anak kecil, anak itu akan spontan tersenyum karena anak adalah harapan.

“Marilah kita tersenyum walaupun kita melalui jalan yang sulit, karena masih ada harapan.”

Paus Fransiskus berkhotbah di depan ribuan jemaat dalam misa hari Rabu di Hall Vatican Paul VI.

Harapan, kata dia, sangat diperlukan di masa-masa yang sulit saat ini, di mana terkadang kita merasa tersesat di depan iblis dan kekerasan terjadi di sekitar kita, di depan saudara-saudara kita.

Dia mengatakan banyak orang merasa tersesat, putus asa dan bahkan tidak berdaya di dalam setiap kesulitan yang sepertinya tidak akan pernah berakhir. Paus menekankan bahwa kita harus membiarkan harapan itu tumbuh karena Tuhan, dengan kasihNya berjalan bersama kita, dia tidak akan meninggalkan kita sendirian, malah, harapan itu akan menaklukan kejahatan dan membuka jalan kehidupan yang baru untuk kita.

Paus kemudian mengutip kata-kata yang diucapkan oleh Nabi Yesaya yaitu dari kitab Yesaya Pasal 40 ketika ia berkhotbah kata-kata penghiburan dan mendesak orang-orang untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan di padang gurun.

Paus mengatakan bahwa sebagai Bapa, Tuhan menghibur anak-anaknya dengan “memberikan rasa aman” yang mengingatkan bahwa kesengsaraan dan penderitaan mereka berakhir dan dosa mereka telah diampuni.

“Ini adalah cara Tuhan untuk menyembuhkan hati yang hancur,” kata dia. Dia menambahkan bahwa bagi orang-orang, penghiburan dimulai dengan berjalan di sepanjang jalan Tuhan untuk keluar dari padang gurun yang merupakan jalan baru dan memungkinkan mereka untuk kembali ke tanah air mereka.

Nabi Yesaya mengatakan firman itu untuk orang-orang yang hidup dalam tragedi pengasingan, tapi sekarang mereka mampu kembali ke rumah mereka dengan melalui jalan yang lebar, tanpa hambatan yang sering membuat perjalanan tersebut nampak sulit.

Ketika Nabi Yesaya mengatakan bahwa “Siapapun yang berada di padang gurun, persiapkan jalan bagi Tuhan,” Paus menilai pernyataan Nabi Yesaya itu terdengar seperti orang yang sedang menangis di tempat di mana “tidak akan ada yang mendengarkan” dan yang sedang berduka atas krisis iman.

Bagaimana pun, dia menekankan bahwa cerita yang sebenarnya tidak dibuat oleh orang yang memiliki kekuatan yang dapat dilihat dunia, tapi dibuat oleh Tuhan bersama dengan ciptaan kecilNya.

Zakaria dan Elisabeth adalah sepasang suami istri yang sudah tua dan dicap tidak akan memiliki keturunan, dan Maria adalah seorang perawan yang sudah bertunangan dengan Yusuf, juga dengan para gembala yang ingin bertemu dengan bayi Yesus “yang hina dan dipandang sebelah mata”.

“Mereka adalah orang biasa, mereka besar karena iman mereka, mereka adalah ciptaan kecil yang tahu bagaimana melanjutkan harapan yang sudah Tuhan berikan,” kata dia, menambahkan mereka adalah salah satu contoh tokoh dari Alkitab yang berubah dari hidup di padang gurun, menderita, ke level jalan yang lebih baik untuk berjalan menuju kemuliaan Tuhan.

“Marilah kita belajar berharap, marilah kita setia menyongsong kedatangan Tuhan dan meskipun kita sedang ada di padang gurun, itu akan menjadi padang berbunga jika kita bersama Tuhan.” (catholicnewsagency)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home