Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 09:01 WIB | Senin, 29 Oktober 2018

PB IDI: Jaminan Kesehatan Harus Dibarengi Perbaikan Sistem

Presiden Joko Widodo ketika membuka Muktamar ke-30 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Samarinda pada 26-27 Oktober 2018. (Foto: PB IDI)

SAMARINDA, SATUHARAPAN.COM Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) menyatakan perbaikan sistem jaminan kesehatan harus dibarengi dengan perbaikan sistem kesehatan nasional. Perbaikan sistem kesehatan nasional tidak lepas dari perbaikan sumber daya manusia di bidang kesehatan dan fasilitas kesehatan.

Ketua Umum PB IDI menyampaikan hal itu dalam Muktamar ke-30 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Samarinda pada 26-27 Oktober 2018, seperti disebutkan dalam rilis yang diterima pada Sabtu (27/10).

Perbaikan sistem itu tentunya juga harus diikuti perbaikan pembiayaan kesehatan. Pembiayaan kuratif yang dibebankan dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus ditopang dengan pembiayaan preventif dan promotif kesehatan. Seperti menjadi amanat Undang-Undang Nomer 36 Tahun 2009 mengenai minimal lima persen dana Kesehatan dari APBN dan 10 persen dari APBD harus ditunaikan.

“Persoalan defisit dana JKN seharusnya jangan terjadi karena sangat berdampak kepada kualitas pelayanan kepada masyarakat. Selain kepada kualitas pelayanan, dampak dari terbatasnya dana JKN juga dirasakan pada ditunaikannya hak-hak dokter atas jasa medis.

Belum diterimanya hak-hak tersebut selama beberapa waktu dan angkanya pun masih di bawah standar kepatutan bagi profesi yang mengemban tanggung jawab atas nyawa dan keselamatan pasien, tentunya secara manusiawi akan mempengaruhi sikap individual dokter. Namun fakta di lapangan memang para dokter masih bisa bersabar berbulan-bulan dengan kondisi di mana hak-haknya belum ditunaikan.

Dugaan akan beban biaya yang disebabkan oleh tindakan medis yang tidak perlu harusnya dapat diselesaikan dengan mekanisme Audit Medis yang menjadi domain IDI bersama perhimpunan profesi. Atas dasar ini, IDI seharusnya dilibatkan lebih dalam dalam penjagaan mutu pelayanan. "Bukan hanya dilibatkan sebagai pelengkap instrumen program JKN,” kata Prof Ilham Oetama Marsis.

Presiden Joko Widodo ketika membuka Muktamar ke-30 IDI dan Muktamar ke-21 IIDI (Ikatan Istri Dokter Indonesia) di Samarinda mengatakan berupaya mencari solusi terbaik untuk mengatasi defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Langkah pertama yang dilakukan pemerintah ialah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 4,9 triliun untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.

Presiden juga menyebut sejumlah opsi yang mungkin saja bisa dipertimbangkan. Seperti efisiensi di tubuh BPJS Kesehatan itu. Termasuk memperbaiki tata kelolanya. Selain itu, BPJS disebutnya juga dapat mengintensifkan penagihan bagi penunggak iuran yang saat ini dinilai masih kurang optimal.

Presiden mengatakan, telah meminta Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN) untuk melibatkan dan berkolaborasi dengan IDI dalam pembenahan JKN ini. Presiden juga akan turut berdiskusi dengan IDI dan pihak-pihak terkait lainnya.

Acara Muktamar ke-30 IDI mengangkat tema "Transformasi Sistem Pelayanan Kesehatan dan Sistem Pendidikan Kedokteran yang Komprehensif dan Multisektoral menuju Indonesia Sehat". Muktamar ini dihadiri 1 576 peserta yang terdiri atas 885 utusan IDI Cabang, 256 peninjau IDI Cabang, 180 peninjau IDI Wilayah, 126 peninjau perhimpunan, 48 peninjau kolegium, dan 81 peninjau dari pengurus PB IDI.

Saat ini jumlah IDI Cabang seluruh Indonesia sebanyak 441 IDI Cabang, 32 IDI Wilayah, 89 Perhimpunan, dan 37 Kolegium. Total seluruh anggota IDI saat ini sebanyak 157 003, terdiri atas 127 707 dokter, 29 296 dokter spesialis.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home