Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 15:37 WIB | Jumat, 03 Juni 2016

PBB Bahas Penanganan Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik

PBB Bahas Penanganan Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik
Suasana sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa yang dihadiri oleh negara-negara anggota membahas kekerasan seksual dalam situasi wilayah konflik yang selama ini dinilai meningkat, yang digelar di markas PBB, New York, Amerika Serikat, Kamis (2/6). (Foto: UN Photo/Evan Schneider)
PBB Bahas Penanganan Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon saat hadir dalam sidang Dewan Keamanan PBB yang membahas tentang perdagangan manusia dalam situasi kekerasan seksual di wilayah konflik. (Foto: UN Photo/Evan Schneider)
PBB Bahas Penanganan Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik
Wakil Khusus Kekerasan Seksual dalam Konflik PBB Zainab Bangura (kiri) saat hadir dalam pertemuan sidang Dewan Keamanan PBB yang membahas tentang kekerasan seksual dalam wilayah konflik, yang diikuti oleh negara-negara anggota. (Foto: UN Photo/Loey Felipe)
PBB Bahas Penanganan Kekerasan Seksual dalam Situasi Konflik
Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk bidang pelaporan Maria Grazia Giammarinaro berbicara tentang perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak saat menanggapi tentang masalah perdagangan manusia dalam situasi kekerasan seksual di wilayah konflik (Foto: UN Photo/Evan Schneider)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar pertemuan membahas penanganan masalah kekerasan seksual yang terjadi di dalam konflik, bersama negara-negara anggota di New York, Amerika Serikat, hari Kamis (2/6).

“Selama dekade terakhir, saya telah berusaha untuk melakukan apa pun yang saya bisa, dalam mengakhiri kekerasan seksual dalam konflik dan menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan anak perempuan di mana pun,” kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam sidang Dewan Keamanan PBB.

Ban menggambarkan, kekerasan seksual sebagai ‘taktik terorisme’.

“Salah satu aspek yang sangat mengganggu adalah penggunaan kekerasan seksual sebagai taktik terorisme. Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Boko Haram, dan kelompok-kelompok ekstremis lain menggunakan kekerasan seksual sebagai sarana untuk menarik, mempertahankan pejuang, dan untuk menghasilkan pendapatan,” kata Ban Ki-moon.

Dia memperingatkan kekerasan seksual secara luas diakui sebagai strategi yang sengaja digunakan untuk merusak struktur masyarakat sekaligus untuk mengontrol dan mengintimidasi masyarakat. “Hal ini sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional, dan merupakan hambatan utama pasca konflik rekonsiliasi dan pembangunan ekonomi,” ujar Ban.

Ban menengaskan, perlu adanya resolusi penting untuk dapat mengatasi kekerasan seksual sebagai kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, serta tindakan konstituen genosida. Untuk itu, Ban berharap Dewan Keamanan PBB harus memainkan peran penting dalam mengantarkan resolusi tersebut.

Sementara itu, Wakil Khusus tentang Kekerasan Seksual dalam Konflik PBB, Zainab Bangura, dalam sidang Dewan Keamanan menyampaikan delapan laporan masalah kekerasan seksual yang berkaitan dengan konflik sebagai catatan sejarah bagi kejahatan yang telah lama dihilangkan dari konflik perang dan damai.

“Saya meminta kepada Dewan Keamanan PBB untuk melanjutkan pembahasan tentang kekerasan seksual beberapa minggu mendatang sebagai pertimbangan untuk mencari resolusi baru yang dapat memberikan respons secara komprehensif dan multidimensi,” kata Zainab.

Selain masalah kekerasan seksual, sidang Dewan Keamanan juga membahas persoalan terkait, salah satunya soal perdagangan manusia atau human trafficking yang dihadiri oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk bidang pelaporan, Maria Grazia Giammarinaro.

“Perdagangan manusia dalam konteks konflik yang terjadi baru-baru ini banyak yang tidak dilaporkan,” kata Maria. Dia menekankan, masyarakat internasional pada umumnya telah gagal untuk mengatasi masalah perdagangan manusia, khususnya di Mediterania, Yunani, yang melibatkan banyak wanita hamil akibat perkosaan, serta anak-anak.

Menanggapi hal itu, perwakilan dari organisasi non-pemerintah yang peduli terhadap kelompok perempuan, serta perdamaian mewakili masyarakat sipil, Lisa Davis, menyampaikan pesannya tentang masalah imigran yang selama ini masih terus berlangsung di Yunani.

“Negara anggota PBB harus memenuhi kewajiban mereka kepada orang-orang yang melarikan diri dari kekerasan konflik. Ada banyak pembicaraan hari ini untuk memperkuat kerja sama internasional, strategi perlindungan serta mekanisme akuntabilitas,” kata dia.

Namun pada saat yang sama, negara-negara anggota juga menutup perbatasan mereka dan melakukan kekerasan bagi yang melarikan diri. (un.org)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home