Loading...
HAM
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 19:46 WIB | Rabu, 01 Juni 2016

Pemakaman Kaum Penghayat Belum Layak

Diskusi dalam peluncuran buku laporan awal Upaya Negara Menjamin Hak-Hak Kelompok Minoritas di Indonesia oleh Komnas HAM, hari Rabu (1/6), di gedung Komnas HAM, Jakarta. (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pelapor Khusus Hak Kelompok Minoritas, Muhammad Nurkhoiron, memandang bahwa pemakaman bagi kaum penghayat belumlah layak dan setara dengan enam agama yang diakui di Indonesia.

“Banyak temuan kasus penolakan terhadap pemakaman kaum penghayat di daerah dengan alasan keterbatasan lahan, sehingga pemakaman mereka haruslah ditumpuk dengan anggota keluarga lainnya. Itu berbeda dengan kelayakan agama lain,” ujar Nurkhoiron kepada satuharapan.com, di gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, hari Rabu (1/6).

Hal itu juga diakui oleh Ani Julistiani, Plt Direktur Kependudukan dan Pencatatan Sipil, bahwa satu-satunya cara yang dapat ditempuh oleh kaum penghayat ketika mendapat penolakan pemperolehan lahan pemakaman adalah dengan sistem tumpuk makam.

“Taman Pemakaman Umum (TPU) memang ada penggolongan agama. Dan untuk kaum penghayat belum diatur dalam peraturan daerah. Hal itu yang akhirnya memaksa mereka untuk mau tidak mau harus membuat pemakaman keluarga sendiri yang itu tidak menutup kemungkinan adalah sistem tumpuk makam,” katanya.

Namun, ditambahkan pula oleh Ani bahwa hal itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan. “Saya kira sistem seperti itu tidak hanya dilakukan kaum penghayat, ada agama lain yang juga seperti itu.”

Adanya pengelompokan dalam sistem pemakaman memunculkan kebingungan atau pro kontra di beberapa daerah di Indonesia.

“Dulu ada temuan isu ini di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dan yang terbaru dialami oleh warga keturunan China di Depok. Kaum penghayat merasa bingung dengan adanya pengelompokan itu, karena jelas mereka tidak bisa dimasukkan dalam enam agama yang diakui di Indonesia. Mereka juga selalu menerima alasan dari pemerintah daerah bahwa ada keterbatasan lahan pemakaman,” kata Nurkhoiron.

Nurkhoiron berharap kepada pemerintah daerah bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dapat membantu Komnas HAM mengatasi hal ini.

“Ini juga sangat tergantung kepada kebijakan daerah. Selain itu, FKUB di daerah juga berpengaruh. Ketika para pemerintah daerah dan FKUB cukup toleran, maka pasti ada lahan pemakaman bagi kaum penghayat,” tuturnya.

Penghilangan hak perolehan lahan pemakaman juga dinilai Nurkhoiron sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum penghayat.

“Kaum penghayat juga harus diberi penghormatan yang sama dengan yang lain. Berdasarkan konstitusi kita, diskriminasi dengan alasan apa pun tidak diperbolehkan,” ia menambahkan.  

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home