Loading...
HAM
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 17:58 WIB | Rabu, 01 Juni 2016

Kolom Agama Kosong, Bukan Berarti Kaum Penghayat Tak Diakui

Peluncuran buku laporan awal Upaya Negara Menjamin Hak-Hak Kelompok Minoritas di Indonesia oleh Komnas HAM, di gedung Komnas HAM, Jakarta, hari Rabu (1/6). (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dengan dikosongkannya kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) kaum penghayat atau kelompok minoritas agama dan keyakinan, bukan berarti negara tidak mengakui keberadaan mereka sebagai bagian dari warga negara Indonesia.

Hal itu disampaikan Ani Julistiani, Plt Direktur Kependudukan dan Pencatatan Sipil, kepada satuharapan.com di gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hari Rabu (1/6), usai peluncuran buku laporan awal Upaya Negara Menjamin Hak-Hak Kelompok Minoritas di Indonesia oleh Komnas HAM.

Ani menjelaskan, pengosongan tersebut hanya akibat dari belum adanya peraturan atau Undang-Undang (UU) yang mengatur sistem pencatatan agama dan keyakinan minoritas di KTP.

“Sifat dari administrasi kependudukan adalah sesuai dengan UU Nomer 23 Tahun 2006; yang berarti menerima laporan, mencatat, dan menerbitkan sesuai dengan apa yang dilaporkan. Pengosongan kolom agama bagi kaum penghayat hanya dampak dari belum adanya UU yang mengatur itu. Kami tidak bisa merubahnya sebelum ada UU itu, karena kami juga sudah membangun sistem yang sesuai dengan UU yang ada,” katanya.

Ani menegaskan bahwa pihaknya tengah mengusahakan dan mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) segera menjadi UU sehingga dapat mengatur juga pencantuman agama atau keyakinan minoritas  di dalam KTP.

“UU Nomer 24 Tahun 2013 Pasal 64 Ayat 5 menyatakan bahwa semua warga negara harus dilayani dan tak boleh didiskriminasi, jadi dicantumkan atau tidaknya agama di KTP tidak mempengaruhi bagaimana kami melayani masyarakat. Kami juga tengah mendorong RUU PUB segera diterbitkan dan menjadi UU, sehingga kemudian kaum penghayat dapat mencantumkan agama atau keyakinannya di dalam KTP. Ini masih dalam tahap pengkajian dan membutuhkan waktu yang cukup panjang, tapi kami berharap dalam satu hingga dua bulan ke depan sudah ada keputusan awal,” ujar Ani.

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catataan Sipil Kemendagri, lanjut Ani, tidak pernah menerima keluhan kaum penghayat dalam kaitannya dengan hal KTP dan dokumen-dokumen kependudukan lainnya.

“Tidak ada keluhan dari mereka, karena kami tidak melakukan penggolongan-penggolongan. Kami tetap memberikan dokumen-dokumen kependudukan, seperti akta, meskipun kolom agama di KTP kosong,” kata Ani.

Ani menjelaskan bahwa ada maksud dan tujuan dalam pengosongan kolom agama bagi kaum penghayat.

“Pengosongan kolom agama ini selain memang diminta oleh kaum penghayat itu sendiri ketika melapor, juga karena negara memandang perlunya memberikan perlindungan terhadap mereka sebagai warga negara. Kaum penghayat kerap kali menjadi sasaran dari tindak diskriminasi dan kekerasan di masyarakat. Jadi, kami mencegah hal itu salah satunya dengan tidak mencantumkan agama atau kepercayaan mereka di KTP,” tutur Ani.

Ani berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi), bersama Komnas HAM dan kementerian-kementerian terkait bekerja sama dalam pemenuhan hak kelompok minoritas di Indonesia.

“Kepercayaan dan agama adat yang jumlahnya lebih dari 200 di Indonesia harus kita hargai dan kita pandang secara positif. Seiring harapan Pak Jokowi yang ingin negara hadir untuk semua rakyatnya. Saya berharap Kementerian Agama, Kemendagri, dan Kementerian Pendidikan bekerja sama mengambil moment itu untuk segera menuntaskan RUU PUB untuk menjadi UU,” kata dia.

Dalam kesempatan ini, Ani juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mau membantu Komnas HAM dan pemerintah dalam pemenuhan hak kelompok minoritas.

“Ini hal yang positif, mudah-mudahan Komnas HAM akan terus menyuarakan hal ini. Kami dari pemerintah jika tidak didukung Komnas HAM juga akan sulit untuk membantu mereka. Mari masyarakat juga mau bergandengan tangan dengan Komnas HAM dan pemerintah dalam pemenuhan hak teman-teman kita yang belum terpenuhi,” ucap Ani.

Pelapor khusus bersama dengan desk hak-hak minoritas Komnas HAM telah mengidentifikasi lima kelompok minoritas yang akan menjadi prioritas penilaian kondisi dalam pemenuhan hak-haknya oleh negara, yakni kelompok minoritas ras, kelompok minoritas etnis, kelompok minoritas agama dan keyakinan, kelompok penyandang disabilitas, kelompok minoritas berdasarkan identitas jender dan orientasi seksual.

 

Baca Juga:

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home