Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:07 WIB | Rabu, 18 Juni 2014

Pembakaran Hutan Harus Dihentikan Terkait El Nino

Petugas mencoba memadamkan api yang membakar area lahan gambut di Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru, Riau, Kamis (27/2). Kencangnya tiupan angin dan sulitnya medan yang terbakar, membuat petugas kesulitan memadamkan api.(Foto: satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Sejumlah organisasi lingkungan mendesak agar pembakaran hutan harus benar-benar dihentikan, untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan yang lebih lama dan parah akibat El Nino yang diprediksi akan melanda Indonesia pada tahun ini.

"Hentikan semua pengeringan dan pembersihan lahan serta aktivitas mengeringkan gambut dengan pembakaran. Kalau gambut terjaga kebasahannya, akan susah terbakar," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Yuyun Indradi saat dihubungi Antara, Selasa (17/6).

Yuyun mengatakan pemerintah harus bertindak cepat untuk mengantisipasi dampak El Nino.

El Nino dapat memicu kekeringan, yang berakibat pada kebakaran hutan dan lahan yang akan terjadi lebih lama serta ketersediaan air yang berkurang, sehingga semakin menyulitkan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

Ia mengatakan pemerintah harus memperkuat struktur dan infrastruktur. Pemerintah didesak harus lebih tegas dalam menjalankan Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2011, yang di dalamnya tertuang bahwa pemegang konsesi harus bertanggung jawab atas lahannya, termasuk memiliki alat pemadam kebakaran jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran hutan.

Hal senada disampaikan Forest Fire Coordinator WWF Indonesia Dedi Hariri, yang mengatakan El Nino akan menyebabkan kebakaran hutan yang kerap terjadi setiap tahun, dan akan berlangsung lebih luas dan lebih lama, sehingga pembakaran hutan yang masih dilakukan sejumlah pihak harus dihentikan dengan penegakan hukum.

Masih ada waktu meskipun mendesak dengan lebih diperkuat aspek sosialisasi dan penegakan hukum bagi yang melanggar, kata Dedi.

"Kita tidak bisa menghentikan fenomena alam, tetapi kita bisa lihat 90 persen kebakaran hutan karena faktor manusia, maka pemerintah harus antisipasi perilaku berbagai pihak yang selama ini melakukan pembakaran hutan," tambahnya.

Pemantauan dari Udara

Kedua LSM lingkungan tersebut juga sepakat, pemerintah seyogianya segera memantau dari udara untuk melihat kawasan yang rawan terjadi kebakaran.

Menurut Yuyun, selama ini patroli dari udara tidak pernah dilakukan, padahal Kementerian Kehutanan sebagai instansi pemerintah yang berkompeten bisa melakukan tindakan pencegahan lewat pemantauan dari udara.

"Kementerian Kehutanan tidak punya helikopter untuk memantau hutan dan melakukan patroli dari udara. Mereka biasanya sewa TNI AU, itu pun kalau ada bencana. Dari situ saja, tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan oleh instansi pemerintah yang paling berkompeten atau mereka memang tidak prioritaskan perlindungan hutan," tutur Yuyun.

Ia menambahkan, pemerintah juga bisa mengembangkan citra satelit sebagai satelit pemantauan.

"Pemerintah harus lebih serius menginventarisasi resources untuk perlindungan hutan. Misal dengan satelit pemantauan, maka setiap ada bukaan lahan akan ada alert, jadi tinggal awasi dari citra satelit. Harusnya bisa," jelas Yuyun.

Dedi menambahkan patroli udara bisa berguna untuk melihat lokasi yang sudah timbul titik-titik api sehingga dapat segera diantisipasi sebelum menyebar luas.

"Saya kira pemerintah harus punya peralatan melihat dari atas, lokasi mana timbul titik-titik api sebelum menyebar lebih luas. Patroli udara, sepertinya belum pernah dilakukan. Biasanya hanya sewa helikopter itupun untuk pemadaman," ujar Dedi.   (Ant) 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home