Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 07:25 WIB | Selasa, 25 Maret 2014

Pemerintah Masih Negosiasikan Besaran Diyat Satinah

Kepala BNP2TKI Gatot Abdullah saat menjelaskan kondisi TKI Satinah di Arab Saudi yang saat ini sudah diupayakan pembebasannya dalam konferensi pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Senin (24/3) (Foto: Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan pemerintah masih terus mengupayakan negosiasi intensif untuk menurunkan angka diyat bagi Satinah, TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

Satinah, TKI asal Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, pada 2011 divonis hukuman mati oleh Pengadilan Buraidah, Arab Saudi atas tindakan membunuh majikannya serta mengambil uang milik korban sebesar Rp 119 juta. Semula hukuman untuk Satinah adalah hukuman mati mutlak, kemudian turun menjadi hukuman mati qishas dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran uang darah (diyat).

"Pemerintah terus berupaya untuk menekan angka diyat dengan berbagai cara. Kami akan negosiasi terus sampai besaran diyat tersebut turun, karena (saat ini) terlalu besar," kata Muhaimin di kantor Kemnakertrans, Jakarta, Senin (24/3).

Negosiasi saat ini terus dilakukan secara intesif melalui berbagai upaya pedekatan formal maupun informal.

Muhaimin menjelaskan negosiasi intensif disertai pendekatan khusus dilakukan melalui jaringan kedutaan besar di Arab Saudi, pihak keluarga dan kerajaan Arab Saudi untuk menurunkan besaran angka ganti rugi tersebut.

Selain negosiasi dengan pihak keluarga, negosiasi juga dilakukan melalui jalur diplomatik pemerintahan dimana Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengirim surat permohonan pemaafan dan keringanan diyat kepada Raja Arab.

"Namun informasi yang kami peroleh dari kalangan kedutaan, raja hanya pada tataran mengimbau keluarga untuk menurunkan tuntutan. Penentuan diyat tersebut merupakan wewenang keluarga," katanya.

Menurut Muhaimin uang diyat yang dibebankan kepada satinah terlalu besar dan tidak rasional. 

"Untuk kasus yang sama, biasanya diyat hanya setara dengan Rp 1 miliar. Untuk Darsem, yang diancam hukuman mati sebelumnya saja, kita telah membayar sekitar Rp 4 miliar," katanya mencontohkan. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home