Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 09:47 WIB | Sabtu, 16 Mei 2015

Pemerintah Putuskan Periodisasi Evaluasi Harga BBM Pada November 2015

Ilustrasi: Seorang petugas "mobile refueling unit" (MRU) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) saat mengisi bahan bakar gas pada kendaraan bajaj yang terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (26/1). Keberadaan SPBG di Jakarta dinilai masih minim, akibatnya jumlah kendaraan khususnya bajaj setiap harinya harus mengantre karena hanya ini SPBG satu-satunya yang berada di kawasan tersebut. (Foto: Dok. satuharapan.com/ Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah akan memantau perkembangan harga minyak sampai Oktober 2015 sebelum memutuskan periodisasi evaluasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada November 2015.

“Saya kira Oktober sudah terlihat kecenderungan harga minyak ke depan seperti apa. Jadi, database untuk menyimpulkan ke depan sudah lebih lengkap,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (15/5).

Menurut dia, pada November 2015 atau tepat satu tahun pemerintahan, pihaknya akan memutuskan periodisasi evaluasi harga BBM apakah dalam tiga, enam, atau berapa bulan sekali. Kalau penetapan harga BBM dilakukan terlalu sering misalkan setiap bulan, maka akan merepotkan masyarakat, mengingat BBM berdampak luas ke masyarakat. Sudirman juga mengatakan, saat ini, merupakan tahun pertama penerapan pola baru harga BBM, sehingga pemerintah masih memantau dan mencari pola periodisasi evaluasi yang tepat.

Ia mengakui, saat ini, Pertamina menanggung selisih negatif harga BBM jenis premium dan solar. “Kami sudah minta Pertamina untuk mengkalkulasi besaran selisihnya, sehingga pada waktunya dikompensasi kenaikan harga ke depan,” kata dia.

Dengan demikian, lanjutnya, pemerintah tetap melakukan pengaturan harga BBM dan tidak diserahkan pada mekanisme pasar.

Menurut dia, pihaknya akan mengeluarkan peraturan menteri untuk pola penetapan harga BBM tersebut.

Sudirman juga mengatakan, pemerintah tidak akan kembali membebani selisih negatif harga BBM ke APBN atau memberikan subsidi.

"Wajar saja kalau pihak-pihak yang selama ini menikmati ketidakefisienan dari harga BBM, kini bereaksi. Tapi, kami akan konsisten, karena ujungnya kami bekerja untuk melayani masyarakat," kata dia.

Pada kesempatan itu, Sudirman juga mengakui, pemerintah meminta Pertamina menunda sementara kenaikan harga Pertamax, alasannya, menimbulkan kesimpangsiuran informasi di masyarakat.

“(Penetapan harga Pertamax) kemarin itu masih tercampur-campur, sehingga informasinya membingungkan,” kata dia.

Ke depan, pemerintah akan memisahkan pengumuman penetapan harga BBM subsidi oleh pemerintah dan nonsubsidi oleh Pertamina.

Sebelumnya, beredar kesimpangsiuran informasi bahwa Pertamina akan menaikkan harga BBM jenis solar bersubsidi dari Rp 6.900 menjadi Rp 9.200 per liter mulai 15 Mei 2015 yang dipicu beredarnya surat pemberitahuan Pertamina ke SPBU yang ada di wilayah Jakarta, Jabar, dan Banten.

Sesuai surat yang beredar secara masif di media sosial itu disebutkan harga BBM jenis biosolar/solar keekonomian ditetapkan Rp 9.200 per liter. Informasi tersebut lantas dianggap sebagai kenaikan harga solar bersubsidi di SPBU. Padahal, surat tersebut secara jelas menyebutkan harga solar keekonomian dan bukan solar bersubsidi. (Ant).


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home