Pemerintah Turki Membatasi Kebebasan Berekspresi Wartawan dan Penulis
INGGRIS, SATUHARAPAN.COM – PEN Inggris dan PEN International menyebut Pemerintah Turki sangat membatasi hak kebebasan berekspresi para wartawan dan penulis selama dan setelah protes Taman Gezi pada 2013. Hal ini disebutkan dalam sebuah laporan terbarunya yang dikeluarkan pekan lalu.
Laporan berjudul ‘The Gezi Park Protests: the Impact on Freedom of Expression in Turkey’ (Protes Taman Gezi: Dampak Kebebasan Berekspresi di Turki) memperinci banyaknya intimidasi, pelecehan hukum, kekerasan terhadap para penulis, dan tren mengkhawatirkan terkait penyensoran.
Laporan ini diperoleh melalui sejumlah wawancara dengan wartawan dan editor siaran, media cetak, media online, peneliti di lembaga dan organisasi masyarakat sipil yang mengkhususkan diri dalam hak azasi manusia, anggota serikat buruh, anggota parlemen, pengacara, pengunjuk rasa, seniman, dan perwakilan perusahaan media sosial internasional.
PEN memiliki sejarah panjang dalam mendukung penulis beresiko dan berkampanye untuk melindungi kebebasan berbicara di Turki. Sifat intens dan luar biasa protes Taman Gezi dan respon dari media dan pihak berwenang menawarkan kesempatan untuk menguji undang-undang Turki mengenai kebebasan berekspresi, berkumpul, dan pers di bawah perjanjian hak asasi manusia internasional.
Penelitian PEN menunjukkan kebutuhan untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama protes, reformasi legislatif, dan media termasuk penyelidikan independen atas kegagalan polisi untuk melindungi wartawan dengan memadai, dekriminalisasi pencemaran nama baik dan pemberhentian kasus yang diajukan akibat permintaan perdana menteri, dan pembalikan hukum internet baru yang mempercepat akses informasi online di Turki dan memungkinkan pemerintah melacak dan menyimpan informasi pengguna.
Ketua Penulis dalam Komite Penjara PEN International Marian Botsford Fraser mengatakan,"Laporan ini menyoroti beberapa hal paling relevan yang mempengaruhi kebebasan berekspresi di Turki hari ini, dari tekanan yang dihadapi penulis dan wartawan ketika berbeda pendapat dengan rezim sensor online yang digiring undang-undang internet baru. PEN menyerukan pihak berwenang Turki untuk memastikan perilaku polisi selama protes benar-benar diselidiki dan upaya-upaya serius dilakukan untuk membawa hukum yang melindungi kebebasan berekspresi di Turki sesuai dengan standar internasional."
Wartawan, pengunjuk rasa, dan pengguna media sosial masih menghadapi tuntutan pasca penyerangan Taman Gezi. Bentrokan berlanjut dengan polisi pekan lalu karena ribuan orang turun ke jalan-jalan setelah kematian tragis Berkin Elvan yang berusia 15 tahun. Dia dipukul kepalanya dengan tabung gas air mata pada 11 Maret lalu. Ini adalah kematian kedelapan terkait protes di Taman Gezi. Ini protes terbaru yang menyoroti isu-isu impunitas polisi dan menunjukkan kemunduran pemerintah Turki dalam beberapa bulan terakhir terkait hak untuk kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai.
PEN adalah organisasi hak azasi manusia tertua di dunia dan organisasi sastra internasional tertua. Berdiri di London, Inggris, sejak 1921 dan tersebar di lebih dari 100 negara. PEN awalnya berdiri untuk ‘Penyair, Esais, dan Novelis’ tetapi sekarang merangkul segala bentuk kepenulisan dan sastra, seperti wartawan dan sejarawan. (pen.org)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Siapakah Abu Mohammed al-Golani, Pemimpin Pemberontak Yang S...
ALEPPO, SATUHARAPAN.COM-Selama belasan tahun terakhir, pemimpin militan Suriah, Abu Mohammed al-Gola...