Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 05:11 WIB | Jumat, 17 April 2015

Peneliti: Papua Dalam Kondisi Perdamaian Negatif

Prajurit TNI Batalyon Infanteri 400/Raider yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan antara Republik Indonesia dan Papua Nugini (Satgas Pamtas RI-PNG) bekerja sama dengan Polres Keerom dan masyarakat Swakarsa Distrik Arso, melaksanakan karya bakti berupa pembangunan Masjid Al-Amin di Provinsi Papua, Senin (13/4). (Foto: Puspen TNI)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Papua kini dalam kondisi perdamaian negatif setelah perang terbuka berhenti, tetapi kondisi sosial ekonomi masyarakat belum dalam kondisi yang baik, kata Peneliti Senior Ridwan al-Makassary.

"Papua hari ini konflik bersenjata dalam tingkat dan ragam mengalami perdamaian negatif, tidak ada perang terbuka, tetapi kondisi sosial ekonomi belum baik," kata Peneliti Senior Papua Peace And Development Action (Papeda) Institute Ridwan al-Makassary dalam acara Peluncuran Indeks Intensitas Kekerasan 2015 SNPK The Habibie Center di Jakarta, Kamis.

Kini, ia menilai Papua sudah bukan `land of violence` dan tempat konflik berdarah, melainkan tempat yang relatif aman setelah konflik bersenjata antara pemerintah dan gerakan separatis berhenti.

Papua, kata dia, masih memiliki `pekerjaan rumah` mengubah perdamaian negatif ke arah perdamaian positif dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, ia menuturkan untuk mendapatkan perdamaian yang positif Papua juga harus berjuang memenuhi keadilan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi.

"Papua harus berjuang mencapai perdamaian positif dengan menghadirkan keadilan HAM dan demokrasi," kata dia.

Untuk itu, ia menyarankan pemerintah mendukung perdamaian yang sudah tercipta di tanah Papua dengan menghindari cara kekerasan untuk memperjuangkan perdamaian di sana.

Ia juga mengimbau gerakan separatis tidak menggunakan cara kekerasan untuk memperjuangkan kepentingannya karena konflik bersenjata hanya akan membuat masyarakat sipil menderita dan menghilangkan `prestasi` yang telah dicapai di Papua.

"Rakyat Papua menginginkan perdamaian dan itu harus diperjuangkan bersama-sama antara pemerintah, sipil, akademisi dan gerakan," tutur dia.

Berdasarkan data Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan The Habibie Center, kekerasan yang paling banyak terjadi di Papua adalah separatisme, yakni sebanyak 42 kali selama 2014 yang menimbulkan 34 korban jiwa, 37 korban luka-luka dan banyak kerusakan bangunan.

Menurut John Galtung ada dua makna perdamaian, yakni perdamaian negatif di mana tidak ada perang dan perdamaian positif yang menunjukkan situasi tanpa kekerasan, baik kekerasan langsung, struktural, kultural dan ekonomi. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home