Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 13:42 WIB | Kamis, 15 Januari 2015

Peningkatan Alat Kontrasepsi Belum Turunkan Tingkat Kelahiran

Ilustrasi alat kontrasepsi (Foto: cybersulutdaily.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengakui, pelaksanaan program KB di sejumlah provinsi belakangan ini mengalami anomali (penyimpangan).

Pasalnya, meski tingkat pemakaian alat kontrasepsi (alkon) pada pasangan usia subur (contraceptive prevalence rate/CPR) di sejumlah provinsi lebih tinggi dari rata-rata nasional, tingkat kelahiran pada pasangan usia subur (total fertility rare/TFR) justru ada di atas TFR nasional.

"Ini aneh. Peningkatan pemakaian alat kontrasepsi tidak berdampak pada penurunan kelahiran. Artinya terjadi anomali," kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN, Sudibyo Alimoeso, di Jakarta baru-baru ini.

Berdasarkan Survei Demografi dan Keluarga Indonesia (SDKI) 2012, tingkat CPR nasional mencapai 57,9 persen untuk penggunaan alat kontrasepsi modern, dan 60 persen tidak modern. Adapun TFR nasional ialah 2,6, pada setiap pasangan usia subur.

Petugas KB di lapangan hanya mengejar kuantitas peserta, dan mengabaikan kualitas. Artinya perempuan yang terjaring memakai alat kontrasepsi rata-rata berusia 35 tahun ke atas.

Pasangan Usia Subur (PUS) di Indonesia cenderung memiliki tiga anak.

Adapun daerah dengan tingkat CPR sudah melebihi rata-rata nasional tapi TFR-nya justru di atas rata-rata nasional antara lain, Jawa Barat, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Sulawesi Selatan.

Menurut Sudibyo, itu bisa terjadi karena petugas KB di lapangan hanya mengejar kuantitas peserta dan mengabaikan kualitas. Artinya perempuan yang terjaring menggunakan alat kontrasepsi rata-rata sudah berusia 35 tahun ke atas. Penyebab anomali lainnya ialah masih tingginya tingkat putus pemakaian (drop out/DO) alat kontrasepsi. Tingkat DO alat kontrasepsi di Indonesia saat ini mencapai 40 persen. Itu disebabkan mayoritas alat kontrasepsi yang dipilih peserta bersifat jangka pendek yang rentan putus pakai.

Peneliti senior Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Ul Sri Moertiningsih Adioetomo menyarankan, agar pemerintah lebih menyasar perempuan usia subur atau berusia 35 tahun ke bawah. Pemerintah juga harus dapat mengalihkan pemakaian alat kontrasepsi jangka pendek ke jangka panjang agar risiko putus pakai dapat ditekan. (bkkbn.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home