Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 12:05 WIB | Minggu, 19 November 2023

Perang Israel-Hamas Mempertajam Perbedaan Pendapat Jerman dan Turki

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Chancellor Jerman, Olaf Scholz, berbicara pada media pada konferensi pers bersama di Berlin, Jerman, hari Jumat (17/11). (Foto: AP/Markus Schreiber)

BERLIN, SATUHARAPAN.COM-Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, pada hari Jumat (17/11) mengutarakan perbedaan pendapat yang tajam mengenai perang antara Israel dan Hamas ketika pemimpin Turki tersebut melakukan kunjungan singkat dan diantisipasi dengan penuh ketegangan ke Berlin.

Erdogan diundang untuk mengunjungi Jerman beberapa bulan yang lalu setelah terpilih kembali, namun beberapa pekan terakhir ditandai dengan ketidaknyamanan di Berlin atas sikapnya yang semakin keras terhadap Israel.

Turki telah lama dipandang sebagai mitra yang canggung namun penting bagi Jerman, yang merupakan rumah bagi lebih dari tiga juta orang yang berasal dari Turki. Mereka adalah sekutu NATO yang juga penting dalam upaya mengendalikan aliran pengungsi dan migran ke Eropa, sebuah masalah yang membuat Scholz menghadapi tekanan dalam negeri yang kuat, namun sering terjadi ketegangan dalam beberapa tahun terakhir.

Baru-baru ini, terdapat jurang pemisah antara sikap kedua negara terhadap kejadian-kejadian setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.

Jerman adalah sekutu setia Israel dan menentang seruan gencatan senjata, sambil mendorong bantuan kepada warga sipil di Gaza, menganjurkan “jeda kemanusiaan” dan berupaya menjaga saluran komunikasi terbuka dengan negara-negara lain di kawasan untuk mencegah konflik meluas.

Erdogan pekan ini menyebut Israel sebagai “negara teroris” yang bermaksud menghancurkan Gaza dan seluruh penduduknya. Dia menggambarkan militan Hamas sebagai “pejuang perlawanan” yang berusaha melindungi tanah dan rakyat mereka. Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Komentar-komentar tersebut dan komentar-komentar serupa telah mengejutkan para politisi di seluruh spektrum Jerman. Scholz menggambarkan tuduhan Erdogan terhadap Israel sebagai “tidak masuk akal.”

“Bukan rahasia lagi bahwa kita mempunyai pandangan yang sangat berbeda mengenai konflik saat ini,” kata Scholz pada konferensi pers singkat bersama Erdogan sebelum pembicaraan mereka. Namun “khususnya pada saat-saat sulit, kita perlu berbicara langsung satu sama lain.”

“Serangan Hamas berarti Israel harus melindungi dirinya sendiri dan harus mampu mempertahankan diri,” kiatanya. “Tidak bisa dibiarkan jika sebuah organisasi teror yang menguasai wilayah ini melakukan aktivitas seperti itu berulang kali dengan kekuatan militer yang luar biasa. Hal ini harus diakhiri, dan itu adalah tujuan yang harus didukung, bagaimanapun juga, kami mendukungnya.”

Pada saat yang sama, Scholz mengatakan penting untuk “melakukan segalanya untuk menjaga jumlah korban sipil sekecil mungkin,” dan menekankan bahwa “penderitaan penduduk sipil Palestina di Gaza juga membuat kita tertekan.”

Scholz mengatakan bahwa Turki dan Jerman sama-sama khawatir akan “kebakaran besar” yang lebih luas di wilayah tersebut dan akan membahas cara mencegahnya.

Sementara Scholz kembali menganjurkan “jeda” berulang kali dalam pertempuran, Erdogan mengatakan: “Jika kita dapat melakukan gencatan senjata kemanusiaan bersama dengan Jerman, kita akan memiliki kesempatan untuk menyelamatkan wilayah ini dari lingkaran api ini.”

“Sampai saat ini, 13.000 anak-anak, perempuan dan lansia Palestina telah terbunuh,” katanya. “Hampir tidak ada lagi tempat bernama Gaza, semuanya telah hancur.”

Erdogan menyatakan bahwa Jerman tidak dapat mengkritik Israel karena Holocaust.

“Saya berbicara dengan bebas karena kami tidak berhutang apapun pada Israel. Kalau kami berhutang, kami tidak bisa bicara sebebas itu,” katanya. “Yang berhutang tidak bisa bebas bicara. Kita tidak mengalami Holocaust dan kita tidak berada dalam situasi seperti itu.”

Israel menarik diplomatnya dari Turki bulan lalu setelah Erdogan menuduh Israel melakukan kejahatan perang. Turki kemudian juga menarik duta besarnya dari Israel.

Kemungkinan sumber ketegangan lainnya muncul menjelang kunjungan hari Jumat ketika Menteri Pertahanan Turki, Yasar Guler, mengatakan Turki berencana membeli 40 jet Eurofighter Typhoon, namun Jerman menghalangi penjualan pesawat tempur yang diproduksi oleh Jerman, Inggris, Spanyol dan Italia.

Guler mengatakan kepada anggota komite pertahanan parlemen Turki bahwa Spanyol dan Inggris lebih suka menjual jet tersebut ke Turki dan berupaya membujuk Jerman.

“Jerman bisa menjualnya atau tidak menjualnya,” kata Erdogan pada hari Jumat (17/11). “Apakah Jerman satu-satunya negara yang memproduksi pesawat tempur? Kami bisa mendapatkannya dari banyak tempat lain.”

Scholz tidak membahas masalah ini, dan pejabat Jerman lainnya belum memberikan komentar. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home