Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 19:28 WIB | Jumat, 13 Juni 2014

Peraturan Mendikbud Redam Pemaksaan Seragam Muslimah

Sekjen FSGI Retno Listyarti. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti berharap peraturan baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) terkait seragam sekolah meredam pemaksaan secara sistemik penggunaan seragam muslimah yang menjamur di pelbagai daerah.

Retno Listyarti memberikan tanggapan positif atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Pemendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 yang dikeluarkan pada Juni ini.

“Meski (Pemendikbud) terbilang terlambat, namun bagi FSGI lebih baik daripada tidak sama sekali,” kata Retno Listyarti kepada satuharapan.com pada Kamis (12/6).

FSGI menilai kebhinekaan Indonesia terancam bila keberagaman tidak disemai melalui sekolah-sekolah, terutama sekolah-sekolah negeri.

“Sekarang ini, keberagaman di sekolah negeri mulai hilang. Kita melihat gejala sekolah-sekolah negeri kita telah berubah menjadi sekolah dengan ciri agama tertentu. Terutama agama mayoritas yang ada di Indonesia. Situasi ini mengakibatkan maraknya perilaku diskriminatif, melalui pengutamaan, pengabaian dan pengingkaran keberadaan kelompok minoritas. Keberagaman merupakan ciri hakiki pendidikan. Pemerintahan yang baru nantinya harus mengembalikan fungsi sekolah negeri sebagai sumber dan tempat utama bagi tumbuhnya keberagaman yang merepresentasikan semangat keindonesiaan,” kata Retno Listyarti.

Peraih LBH Award 2013 ini mengatakan, “Keberagaman adalah roh utama yang menjiwai kinerja pendidikan. Dasar keberagaman ini adalah penghargaan terhadap harkat dan kemartabatan manusia sebagai mahluk yang unik dan khas.”

Sementara gagasan penyeragaman dalam pendidikan saat ini dinilai bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan yang justru ingin menumbuhkan dan memperkaya keunikan individu.

“Praksis pendidikan kita lebih mengutamakan penyeragaman dan standarisasi. Keberadaan individu sebagai pembelajar yang unik, khas, dengan kondisi sosial dan budaya yang berbeda, cara belajar yang khusus, individu dengan talenta, potensi dan jenis kecerdasan yang tidak sama, kurang mendapatkan fokus perhatian. Hilangnya semangat keberagaman dalam pendidikan mengakibatkan maraknya berbagai macam perilaku kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan fisik, psikologis dan simbolis tidak jarang memakan korban hilangnya jiwa-jiwa muda anak bangsa.”

“Bila masing-masing individu mampu menghargai individu lain, bukan karena paksaan, melainkan karena secara bebas mereka mau menghargai perbedaan dan menjaga keunikan individu lain, perilaku kekerasan, baik dalam lingkungan pendidikan maupun di dalam masyarakat akan berkurang. Roh keberagaman seharusnya tampil dalam kebijakan besar pendidikan, seperti dalam desain kurikulum, metode pengajaran, desain isi buku pelajaran, dan sistem evaluasi pendidikan. Sayangnya, roh inilah yang hari-hari ini kita saksikan semakin menghilang dalam praksis pendidikan kita,” pungkasnya.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home