Loading...
HAM
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 16:49 WIB | Jumat, 15 Januari 2016

PKBI: Jangan Penjarakan Anak!

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). (Foto: pkbi.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) sangat menyayangkan masih adanya penghukuman Penjara Bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH). Direktur Eksekutif PKBI, Chatarina Wahyurini, pada hari Jumat (15/1), menyatakan bahwa penghukuman dengan membiarkan seorang anak memasuki Lembaga Pemasyarakatan, berarti memberikan pendidikan negatif kepada anak. “Lembaga pemasyarakatan penghuninya adalah para pelaku kejahatan. Jika anak ditempatkan di sana akan memengaruhi tingkah laku anak menjadi jahat,” tutur Rini.

PKBI beranggapan bahwa seharusnya dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) sudah tidak ada lagi ABH yang dipenjara.

Paradigma penangkapan, penahanan, dan penghukuman penjara terhadap anak tersebut berpotensi membatasi kebebasan dan merampas kemerdekaan anak.

Berdasarkan data empiris yang dilansir dari situs Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM, kasus ABH yang di penjara pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan drastis dari 500 kasus di tahun 2010 meningkat menjadi 3000 kasus di tahun 2013. 

PKBI mengajak penyedia layanan dasar bagi anak untuk berkomitmen dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan ABH sebagai bagian dari Anak Indonesia. Selain itu, juga perlu mengadvokasi dan meningkatkan komitmen pembuat kebijakan di tingkat daerah sampai nasional untuk menghasilkan kebijakan yang juga mengakomodasi kebutuhan ABH.

PKBI melalui program Peduli yang diinisiasi Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggunakan pendekatan inklusi sosial, mendampingi ABH di kota Palembang, Bengkulu, Jakarta Pusat, Palangkaraya, dan Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu Utara.

Inklusi sosial pada ABH mendorong agar seluruh anak mendapat perlakuan yang setara dan memperoleh kesempatan yang sama sebagai warga negara, terlepas dari perbedaan apa pun.

“Adanya gerakan inklusi sosial ini diharapkan mampu menciptakan serta meningkatkan penerimaan diri, keluarga, dan masyarakat terhadap ABH,” ujar Rini.

Peradilan Pidana anak diatur dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang No. 11 tahun 2012 mengatur tentang diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Dalam mensosialisasikan UU SPPA dan upaya kontribusi dalam Program Peduli pilar anak, maka PKBI akan menyelenggarakan Workshop Pengembangan Guideline UU SPPA. Workshop akan diselenggarakan 18-22 Januari 2016 di Mataram Nusa Tenggara Barat untuk mengetahui lebih jauh amanat UU SPPA dan mencoba melakukan pengintegrasian peran masyarakat dalam upaya rehabilitasi dan reintegrasi Anak Berhadapan dengan Hukum.

Tentang Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) merupakan sebuah organisasi gerakan yang didirikan pada  tahun 1957. PKBI memelopori gerakan Keluarga Berencana di Indonesia. Hingga saat  ini PKBI berada di 27 Provinsi di Indonesia dan terus memperjuangkan hak warga Negara untuk terpenuhinya hak kesehatan secara menyeluruh, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi. (PR)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home