Plastik Kemasan Kena Cukai, Pemerintah akan Rugi Rp 528 M
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar Rp 528 miliar jika memberlakukan pengenaan cukai pada plastik kemasan minuman. Pengenaan cukai plastik kemasan ini sebenarnya merupakan salah satu upaya dari penambahan pemasukan negara. Namun, sebaliknya. Kebijakan ini dinilai malah merugikan negara.
Hal itu berdasarkan simulasi perhitungan yang dilakukan oleh Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) bekerja sama dengan peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia terkait dampak ekonomi terhadap pengenaan cukai untuk kemasan plastik minuman.
Menurut perhitungan, apabila asumsi pengenaan cukai untuk setiap kemasan gelas dikenakan Rp 50 dan untuk kemasan botol sebesar Rp 200 dinilai akan menurunkan permintaan minuman dalam kemasan sebesar Rp 10,2 triliun per tahun.
Sementara dalam satu tahun pemerintah diperkirakaan memperoleh penerimaan cukai sebesar Rp 1,9 triliun. Akan tetapi akibat turunnya penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan pemerintah justru akan kehilangan penerimaan hingga Rp 2,4 triliun. Hal ini akan terjadi selisih antara penerimaan cukai dengan turunnya penerimaan PPN dan PPh Badan sebesar Rp 528 miliar.
"Negara akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,9 triliun per tahun dari pendapatan cukai baru, namun di sisi lain justru akan kehilangan penerimaan hingga Rp 2,4 triliun akibat turunnya penerimaan dari PPN dan PPh Badan," kata Ketua Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN), Rachmat Hidayat dalam keterangan tertulis di Jakarta, hari Selasa (28/6).
"Dengan demikian pemerintah diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 528 miliar dalam satu tahun," dia menambahkan.
Menurut Rachmat, simulasi riset ini difokuskan untuk memperkirakan biaya dan keuntungan bagi pemerintah dalam mengenakan cukai kemasan plastik minuman.
"Secara lebih terperinci penelitian ini melihat kenaikan harga produk akibat dikenakan cukai terhadap botol dan gelas plastik. Selain itu penurunan permintaan akibat kenaikan harga tersebut, perkiraan penurunan penjualan industri yang pada akhirnya berakibat pada penurunan setoran PPN dan PPh Badan serta mempengaruhi perubahan penerimaan pemerintah," dia menegaskan.
Dalam Kajian
Sebelumnya pemerintah mewacanakan memperluas barang kenai cukai (BKC) terhadap plastik kemasan. Kementerian Keuangan sedang mengkaji untuk pengenaan cukai terhadap kemasan plastik pada botol minuman sebagai ekstensifikasi cukai mengingat masih minimnya obyek BKC.
"Indonesia masih minim terhadap barang kena cukai. Kami sedang mengkaji cukai terhadap kemasan plastik, namun belum ada tarif yang ditentukan," kata Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Nasrudin Joko pada seminar di Jakarta, hari Selasa (12/4) seperti dikutip Antara.
Nasrudin mengatakan Kementerian Keuangan dan DPR mendorong adanya ekstensifikasi pajak dari sejumlah barang yang termasuk dalam kriteria prioritas usulan BKC baru.
Menurutnya, Indonesia masih tergolong minim dalam pengenaan cukai, yakni masih bergantung pada penerimaan dari tembakau.
Jika dibandingkan negara tetangga di ASEAN, contohnya Thailand, sejumlah komoditasnya dikenakan cukai, mulai dari minuman beralkohol dan non beralkohol, bensin, sepeda motor, bahkan diskotik dan hiburan malam yang merupakan komoditas andalan pariwisata negara tersebut.
Oleh karenanya, pengenaan kemasan plastik botol minuman dinilai dapat meningkatkan penerimaan cukai selain dari tembakau, etil alkohol, minuman beralkohol dan minuman keras.
Selain itu, pengenaan cukai pada botol minuman plastik dapat menjaga kelestarian lingkungan dan menurunkan konsumsi plastik pada masyarakat.
Kebutuhan plastik di Indonesia pada 2015 tercatat mencapai 3 juta ton. Dengan pertumbuhan 7 persen, kebutuhan plastik 2016 diperkirakan mencapai 3,2 juta ton.
Terkait besaran tarif cukai, Nasrudin menjelaskan akan menggunakan tarif spesifik serta ada pengecualian terhadap botol plastik yang tidak dikenakan cukai.
"Tarifnya spesifik bukan persennya. Misalnya per botol berapa. Tergantung (tarif) botol besar atau botol galon mungkin tidak (dikenakan). Semua (botol plastik) pasti dikenakan tapi ada yang diberi pengecualian," kata Nasrudin.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...