Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 10:43 WIB | Jumat, 07 Juni 2013

Proyek PLTU Batang Matikan Sektor Perikanan Jawa Tengah

Rencana pembangunan mega proyek PLTU Batang akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas hingga 2 x 1.000 megawatt. (dok. energitoday)

BATANG, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 10.961 nelayan tradisional Batang dan petani yang tersebar di enam desa, diantaranya Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro, Sengon (Roban Timur) dan Kedung Segog (Roban Barat), terancam rencana pembangunan PLTU Batang berkapasitas 2.000 MW.

Demikian tertulis dalam siaran pers yang dikeluarkan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia Batang, Lembaga Bantuan Hukum Semarang, dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, pada hari Rabu (5/6) yang bertepatan dengan hari Lingkungan Hidup.

Proyek PLTU yang direncanakan akan dibangun di lahan seluas 700 hektar dan dilakukan PT Bimasena Power Indonesia ini akan menghilangkan lahan pertanian produktif dan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) yang menjadi sumber pangan perikanan masyarakat Batang dan Jawa Tengah.

Dalam konteks ini, Bupati Batang justru mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang Pencadangan Kawasan Taman Pesisir Ujung Negoro-Roban dan Sekitarnya yang menganulir SK Bupati Batang Nomor 523/283/2005 tanggal 15 Desember 2005 dengan luas mencapai 6.893,75 ha dengan panjang bentang pantai sejauh 7 km.

Sutiyamah, perempuan nelayan Batang yang tergabung di dalam Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengatakan bahwa, "Saking produktifnya perairan Batang, dalam rentang waktu 5-6 jam nelayan tradisional melaut bisa membawa pulang pendapatan berkisar Rp 400.000 hingga Rp 500.000. Sementara dalam kondisi baik, nelayan bisa berpendapatan sebesar Rp2.000.000 hingga Rp 3.000.000. Dengan anugerah ini, keluarga nelayan di Batang bisa hidup layak".

Karno (48), nelayan tradisional Batang menambahkan, "Jika proyek PLTU diteruskan, maka nelayan tradisional dan 5 TPI/Tempat Pelelangan Ikan yang tersebar di 6 desa tersebut dipastikan tergusur. Padahal, nelayan tradisional Demak, Pati, Jepara, Kendal, Semarang, Tawang, dan bahkan dari Wonoboyo, Surabaya, Gresik, Pemalang, Gebang dan Indramayu juga mencari ikan di kawasan pesisir Batang".

Direktur LBH Semarang Andiono, SH menjelaskan, "Besarnya potensi perikanan (ikan, udang, cumi, ranjungan, kepinting dan kerang) menjadi sumber penghidupan masyarakat Batang dan sekitarnya. Selain menggusur 6 desa di atas, rencana pembangunan PLTU di Batang berpotensi mengganggu perekonomian serta keberlanjutan lingkungan hidup di 12 desa sekitar lokasi proyek, yakni Desa Juragan, Sumur, Sendang, Wonokerto, Bakalan, Seprih, Tulis, Karang Talon, Simbang Desa, Jeragah Payang, Simbar Jati, dan Gedong Segog".

Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana pembangunan PLTU di Batang. Apalagi pendekatan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro – Roban sebagai KKLD adalah dikarenakan kawasan ini melindungi 3 obyek penting dalam menjaga ekosistem, yaitu kawasan Karang Kretek yang memiliki peran penting melindungi potensi sumberdaya ikan bagi nelayan tradisional, kemudian kawasan situs Syekh Maulana Maghribi yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Batang, serta kawasan wisata pantai Ujungnegoro yang memberikan andil pada perkembangan industri pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Batang (DKP Kabupaten Batang, 2009).


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home