Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:29 WIB | Kamis, 22 Desember 2016

Ramuan Herbal Tiongkok Kuno Melawan Tuberkulosis

Ilustrasi. Cairan yang diteteskan ke dalam cawan laboratorium, setelah dikonversi asam dihydroartemisinic dari artemisinin yang dilakukan Universitas Free, Berlin, Jerman , pada 1 Februari 2012. Artemisinin telah ditemukan memiliki potensi untuk mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mengobati TB. (Foto: voanews.com)

MICHIGAN, SATUHARAPAN.COM  - Para ilmuwan, telah menemukan obat yang digunakan untuk mengobati malaria, juga dapat membantu dalam pengobatan Tuberkulosis (TB). Ramuan Tiongkok kuno,tersebut adalah tanaman artemisinin, yang memiliki potensi untuk mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mengobati TB, dan dapat melawan resistensi obat terhadap antibiotik.

Para ilmuwan mengatakan, mereka belum tahu seberapa ampuh pengobatan dari artemisinin, yang menurut wikipedia sebutan botaninya adalah Artemisia annua, adalah tanaman liar tumbuh di hutan. Tanaman ini dapat memperpendek waktu pengobatan TB, dan berdasarkan  pengujian di laboratorium memiliki dampak yang signifikan.

Bakteri yang menyebabkan tuberkulosis dapat tertidur selama bertahun-tahun, dan apabila sistem kekebalan tubuh lemah, maka ia  akan aktif  dan menyebar.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), sepertiga dari populasi dunia terinfeksi TB, yang telah menewaskan 1,8 juta orang pada tahun 2015.

Para ahli mengatakan, orang-orang yang terjangkit aktif TB, menjadi pelabuhan bagi bakteri TB yang masih aktif, di mana sebagian besar resisten terhadap antibiotik. Itu sebabnya dibutuhkan enam bulan atau lebih untuk mengobati TB dengan antibiotik.

Sekarang, para peneliti di Michigan State University telah menemukan, bahwa artemisinin, andalan pengobatan malaria, mencegah bakteri patogen, dan menyebabkan TB menjadi tidak aktif.

Robert Abramovitch adalah seorang mikrobiologi ahli TB. Dia mencatat, bahwa banyak orang yang mulai menggunakan antibiotik mulai merasa lebih baik dalam beberapa hari, karena bakteri aktif dibunuh. Jadi mereka berhenti minum pil, hal ini berpotensi menyebabkan resisten terhadap bakteri TB.

"Bakteri aktif membutuhkan waktu lama untuk dibunuh," ia menekankan. "Jadi jika kita bisa membunuh bakteri aktif , dengan artemisinin atau beberapa senyawa lain yang kami temukan, kita mungkin dapat mempersingkat waktu pengobatan, dan  dapat mengurangi  resistan terhadap obat antibotik.” katanya.

Abramovitch mengatakan bakteri TB membutuhkan oksigen, untuk berkembang. Untuk melawan infeksi, sistem kekebalan tubuh menurunkan kadar oksigennya. Bakteri melindungi dirinya, agar tetap aktif.

Dengan mengganggu sensor oksigen mikroba, dengan artemisinin dan lima senyawa lain, bakteri aktif dan dapat dibunuh oleh antibiotik.

Sampai saat ini, para ilmuwan masih belum bisa membedakan bakteri diam dari atau mengetahui apakah mycobacterium aktif, dapat dibunuh oleh senyawa yang berbeda.

Akhirnya Abramovitch dan rekan, mengembangkan alat yang  akan menyala hijau terang bila ada bakteri patogen. Mereka menemukan sinyal itu berhenti bersinar setelah artemisinin masuk ke dalam kontak tersebut, biosensor oksigen mycobacteria ini mungkin sedang sekarat.

"Jadi kita semua akan melihat ini sebagai tambahan untuk terapi saat ini, sebagai cara untuk membunuh  sub-populasi bakteri selama infeksi," kata Abramovitch, seperti dikutip voanews, hari Rabu (21/12).

Ia menambahkan bahwa artemisinin, berpotensi dapat digunakan sebagai garda depan untuk untuk pengobatan tuberkulosis. (voanews.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home