Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 12:06 WIB | Kamis, 04 Juli 2013

Revolusi Mesir Terganjal Pemerintahan Yang Cenderung Sektarian

SATUHARAPAN.COM – Sangat disayangkan bahwa pemerintahan Mohammed Morsi sebagai presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis harus berakhir dengan singkat. Pemerintahannya hanya setahun setelah revolusi Mesir Januari 2011.

Pergantian rezim di Mesir, dan di negara manapun, selalu menghadapi masalah kesulitan ekonomi. Pemerintahan Morsi pun menghadapi hal yang sama dan hal itu menjadi salah satu kritikan yang tajam terhadap pemerintahan yang didukung oleh kelompok Ikhwanul Muslimin ini.

Keterlibatan militer yang menghentikan kekuasaan Morsi memang dikritik oleh negara lain, seperti Inggris dan Amerika Serikat. AS sendiri memiliki kebijakan tidak akan membantu negara yang diperintah oleh kekuasan hasil kudeta dan dengan kekuatan militer. Namun apa yang terjadi di Mesir ini merupakan gerakan yang dikotori oleh kelompok muda yang menyuarakan kepentingan rakyat.

Masalah yang dihadapi Mesir, memang lebih dari sekadar sebuah pemerintahan hasil proses transisi dari rezim lama yang menghadapi masalah ekonomi. Pemerintahan Morsi banyak dikritik berkaitan dengan pemerintahannya yang cenderung sektarian. Itu sebabnya, Morsi sebagai presiden dari pemilihan umum yang demokrastis, tetapi dinilai gagal menjalankan demokrasi.

Perlu Pemerintahan Inklusif

Sejak awal Morsi dikritik berkaitan dengan penyusunan konstitusi yang tidak melibatkan secara menyeluruh komponen bangsa dan dikritik tidak inklusif. Masalah-masalah sektarian yang terjadi di Mesir, seperti yang dialami kelompok penganut Kristen Koptik, terus terjadi. Bahkan banyak laporan adanya eksodus warga Mesir ke luar negeri karena tekanan kekerasan sektarian ini.

Mesir yang juga mempunyai wajah plural, dibawa Morsi menuju wajah yang hanya diwarnai satu kelompok saja. Seperti pelangi yang dipaksa hanya berwarna tunggal.  Hal itu terlihat dari pemerintahannya dalam memproses perubahan konstitusi dan penempatan jabatan dalam pemerintahan.

Pemerintahan Morsi akhirnya tidak hanya menghadapi masalah ekonomi pasca revolusi Januari 2011, tetap juga masalah hak azasi manusia,  dan konflik horizontal yang makin keras. Situasi ini yang mendorong kelompok muda Mesir bergerak pada 30 Juni lalu menggunakan momentum setahun pemerintahan Morsi.

Gerakan ini yang kemudian dihadapi Morsi dengan tampilnya kelompok Ikwanul Muslimin sebagai pendukung utamanya tidak bisa meredam suara dan tuntutan rakyat. Bahkan isu yang berkaitan dengan tampilnya para pendukung Husni Mubarak yang digulingkan dalam revolusi dua setengah tahun lalu juga tidak menggoyahkan gerakan rakyat. Itu sebabnya gerakan Juni ini dilihat sebagai Rakyat berhadapan dengan Morsi.

Transisi Demokratis

Berbagai negara menanggapi perkembangan di Mesir ini dengan cemas, karena potensi konflik dan kekerasan masih terjadi di Sana. Namun tanggapan itu umumnya mengharapkan segera ada proses transisi yang demokratis dan yang menghargai kenyataan fluralitas di Mesir. Pemerintahan yang baru bukan hanya diharapkan sebagai hasil transisi yang  demokratis tetapi juga inklusif dan menjalankan kehendak rakyat secara demokrastis.

Revolusi Mesir  Januari 2011 telah dilewati bangsa yang cukup tua ini dengan bayaran yang mahal. Dan disayangkan masih harus dibayar lagi melalui reformasi akibat pemerintahan Morsi yang cenderung sektarian. Pemerintahan semacam ini, sekalipun dihasilkan dari proses yang demokratis, akan selalu gagal dalam menjalankan pemerintahan yang demokratis. Sebab, prinsip-prinsip dasar demokrasi dinegasikan.

Revolusi di Mesir merupakan bagian dari “musim semi” di Timur Tengah, dan tanpa demokrasi dengan pemerintahan yang inklusif, musim itu bisa berubah menjadi musim yang bersimbah darah. Suriah telah menjadi contoh yang lain.  Namun dunia tetap mengharapkan Mesir melalui krisis ini dengan demokratis dan dengan cara-cara yang damai.

Bagi Indonesia, Mesir adalah negara sahabat yang penting. Negara ini adalah yang pertama berani menyatakan dukungannya atas kemerdekaan Indonesia pada 1945. Maka Indonesia pun pantas untuk mendukung Mesir melalui krisis ini dan membangun pemerintahan yang memenuhi harapan rakyatnya.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home