Loading...
SAINS
Penulis: Bayu Probo 13:41 WIB | Selasa, 13 Mei 2014

Satelit Era Perang Dingin Temukan Kota-kota Hilang

Foto satelit pada 1961 memperlihatkan Tell Rifaat di barat laut Suriah. Kini sudah tertutupi kota modern. (Foto: Internet Archaeology/ Jesse Casana, Jackson Cothren And Tuna Kalayci)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebuah studi dari foto-foto yang diambil satelit mata-mata era Perang Dingin meningkatkan tiga kali lipat jumlah situs arkeologi dikenal di seluruh Timur Tengah. Satelit itu mengungkapkan ribuan kota, jalan, dan kanal kuno serta reruntuhan lainnya.

Dalam beberapa dekade terakhir arkeolog telah sering menggunakan citra satelit rahasia untuk melihat situs arkeologi di Irak, Turki, dan Suriah.

Namun, Atlas Corona Timur Tengah yang baru diungkapkan pada Kamis (20/4) pada pertemuan tahunan Masyarakat Arkeologi Amerika (Society for American Archaeology) mengubah ilmu satelit mata-mata ke tingkat yang baru. Survei tanah dari Mesir ke Iran—meliputi wilayah Bulan Sabit yang subur (Fertile Crescent) yang  terkenal dengan peradaban dan lokasi dari paling awal kehidupan manusia—berdasarkan atlas tersebut terungkap banyak situs yang telah hilang dari sejarah.

“Beberapa situs begitu besar dan benar-benar belum ada yang tahu,” kata arkeolog tim-atlas Jesse Casana dari University of Arkansas, yang mempresentasikan hasil. “Kami bisa melihat segala macam hal:  jalan dan kanal kuno. Citra-citra itu memberikan gambaran yang sangat komprehensif.”

Tim ini mulai dengan daftar sekitar 4.500 situs arkeologi terkenal di Timur Tengah, kata Casana. Citra satelit menunjukkan 10.000  situs yang sebelumnya tidak diketahui.

Situs terbesar, di Suriah dan Turki, yang paling mungkin kota Zaman Perunggu, katanya, dan termasuk dinding dan benteng kota yang tinggal reruntuhan. Dua di antaranya mencakup lebih dari 50 hektare.

Tetapi, kata Casana, “itu bukan hanya tempat baru untuk melakukan ekskavasi. Kami memiliki cara yang nyata dengan semua situs tersebut untuk melihat di seluruh Timur Tengah dan melihat bagaimana hal itu terhubung.”

Atlas baru Timur Tengah itu mencerminkan baik peluang dan tantangan yang dihadapi arkeolog. Mereka harus menangani makin besar data dari situs penggalian dan seluruh wilayah kata pakar Ilmu Informasi Eric Kamsa dari Institut Arsip Alexandria di San Francisco, yang berbicara pada pertemuan tersebut. “Ini adalah data yang besar,” kata Kamsa. “Kami memiliki kesempatan untuk benar-benar membengkakkan skala usaha kami dalam arkeologi.”

Pasukan Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan rilis publik dari gambar satelit mata-mata Corona oleh para pejabat pertahanan AS hampir dua dekade lalu. Satelit mata-mata memproduksi citra satelit 1960-1972, dan sampel atlas tersebut hanya beberapa dari 188.000 gambar yang diambil pada 1967-1972 oleh generasi terakhir dari satelit. Gambar-gambar dari permukaan bumi, dimaksudkan untuk mengekspos pangkalan rudal dan kamp-kamp militer Soviet. Gambar-gambar tersebut memiliki resolusi dua meter.

Satelit pencitraan saat ini, seperti DigitalGlobe—dimiliki pihak swasta, berbasis di Longmont, Colorado—memang memiliki gambar dengan resolusi yang lebih baik, tetapi “mereka tidak bisa kembali ke masa lalu,” kata Casana.

Gambar-gambar dari satelit  Corona, ia menjelaskan, dibuat sebelum kota-kota seperti Mosul di Irak dan Amman di Yordania menyerbu banyak situs arkeologi dekat mereka. Bendungan juga telah membanjiri lembah sungai, yang meliputi banyak situs arkeologi lainnya. Begitu kota tumbuh, industri pertanian, dan irigasi yang mendukung kota itu juga ikut tumbuh. Dan, itu menutupi jalan dan situs yang jelas terlihat dalam gambar satelit Corona.

“Bahkan dengan resolusi yang lebih baik, kita tidak bisa melihat situs yang telah ditutupi dengan bangunan,” kata Casana.

Informasi Perang

“Proyek ini luar biasa,” kata arkeolog Siro-Palestina David Schloen dari University of Chicago. “Sungguh menakjubkan apa yang dapat dilakukan atas atlas itu.”

Tim pemetaan, misalnya, membuat situs mereka untuk memungkinkan Anda melihat gambar lokasi tertentu yang diambil pada 1960-an berdampingan dengan pemandangan hari ini.

Satelit Corona memfoto bumi dengan tiap petak berukuran 193 kilometer panjang dan 16 kilometer  lebar. Film-film tersebut dikirim dari luar angkasa dengan parasut dalam suatu wadah. Dan, diperlukan optik khusus untuk memilah-milah hasil foto supaya bisa dalam bentuk bentangan dan terbebas dari distorsi. Keberadaan foto-foto resmi dirahasiakan sampai tahun 1992.

Banyak hasil karya tim atlas mengaitkan landmark dalam citra Corona yang dibeli dari US Geological Survey, untuk memetakan landmark dalam gambar zaman modern. Landmark Corona  juga membantu komputer menghapus distorsi dalam gambar asli satelit mata-mata.

“Kami tidak ingin berhenti di sini,” kata Casana. Banyak gambar Corona meliputi daerah lain yang menarik bagi arkeolog, termasuk Afrika dan Tiongkok.

“Corona menakjubkan,” katanya. “Kami benar-benar memiliki cakupan dari hampir semua sudut dunia.” (news.nationalgeogrpahics.com)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home