Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta 16:30 WIB | Sabtu, 04 Mei 2013

Saurip Kadi Ajukan Uji Materi Undang Undang Pemilu

Ilustrasi

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Saurip Kadi mengajukan permohonan uji materi atas empat paket undang-undang politik ke Mahkamah Konstitusi karena beberapa pasal di undang-undang ini menghilangkan hak konstitusional warga negara. Menurut Saurip Kadi, mantan perwira tinggi TNI AD yang kini menjadi pengamat sosial dan politik, sejumlah pasal dalam empat paket undang-undang politik memberi kewenangan besar terhadap partai politik sehingga bertolak belakang dengan amanat konstitusi.

Dalam keterangannya kepada pers di Jakarta, Kamis (2/5), sejumlah pasal yang memberi kewenangan besar terhadap partai politik (parpol) terdapat di Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD; UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik; UU No. 27 Tahun 2009 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; serta UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Disebutnya, hilangnya hak konstitusional warga negara untuk mempunyai wakil di DPR akibat adanya parliamentary threshold atau ambang batas nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 208 UU tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif. Dengan adanya ketentuan ini, kedaulatan dan hak-hak konstitusional pemilih dan juga hak konstitusional calon legislatif telah diberangus oleh partai politik.

Pengaturan Parliamentary Threshold dalam UU No. 8 Tahun 2012 pasal 208 dengan ketentuan apabila partai politik peserta pemilu tidak mencapai 3,5% suara sah secara nasional maka partai tersebut tidak dapat mengirimkan wakilnya ke DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota.

"Bagaimana mungkin," lanjutnya, hanya karena sebutan dalam UUD 1945 bahwa peserta pemilu adalah parpol lantas sertamerta parpol menjadi faktor penentu lolos tidaknya caleg. "Bukankah penjabaran hak konstitusional yang diberikan kepada partai dalam bentuk undang-undang mutlak hukumnya tidak boleh melampaui apalagi menghilangkan hak konstitusional warga Negara sebagai subyek primer dalam menjalankan kedaulatan dan kekuasaan Negara," papar purnawirawaan jenderal berbintang dua itu.

Hal yang tidak logis lainnya, tuturnya, terdapat dalam Pasal 12 ayat (g) dan (h) UU tentang Parpol. Penerapan pasal ini mengakibatkan hilangnya hak konstitusional warga negara untuk mempunyai wakil di DPRD akibat pergantian antar waktu.

"Apakah hanya karena sebutan dalam UUD bahwa peserta pemilu adalah partai, lantas partai mempunyai hak untuk melakukan penggantian antar waktu (PAW) dan memberhentikan anggota DPR dan DPRD," ujar Saurip.

Hal lain yang patut dicermati, ujarnya, adalah bahwa UU tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPR bertabrakan dengan konstitusi karena hak-hak warga negara untuk mempunyai wakil di DPR diberhentikan partai. "Dari mana asal usul kewenangan partai bisa membentuk fraksi di DPRD. Di sisi lain, dasar hukum yang mana yang bisa melahirkan hak tersebut sementara UUD 1945 sendiri tidak memberi hak konstitusional kepada partai untuk membentuk fraksi di DPRD," tandasnya.

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home